SiCepat sendiri mampu mencapai target tahunannya dalam waktu tiga bulan pertama saja. Total volume pengiriman per bulan pun telah mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat dibandingkan awal tahun.
“Kendati demikian, bisnis logistik bukannya tidak mengalami tantangannya tersendiri. Bekerja dengan cepat sambil mematuhi protokol kesehatan, mencari cara agar paket tetap bisa terkirim walaupun diberlakukan penutupan jalan saat kebijakan PPKM berlangsung, serta menghadapi lonjakan permintaan yang signifikan (terutama pada bulan-bulan ketika platform e-commerce menyelenggarakan promo besar-besaran) merupakan beberapa tantangan yang dihadapi SiCepat,” papar Reynaldi.
Menurut Reynaldi, di industri logistik, dua hal yang menjadi permintaan utama pelanggan adalah kecepatan dan harga yang murah.
Infrastruktur teknologi yang digunakan SiCepat pun berfokus untuk menjaga kedua karakteristik tersebut agar pelanggan tetap puas.
SiCepat menggunakan Amazon Redshift dan juga layanan analitik AWS lainnya seperti AWS Glue dan Amazon Athena untuk memonitor data performanya secara real-time.
Dengan bantuan teknologi AWS, SiCepat mampu mengolah hingga 50-60 juta data points setiap harinya demi meningkatkan layanan, kepuasan pelanggan terhadap UMKM yang dilayaninya, serta membuat keputusan bisnis seperti membuka cabang baru.
Sebagai informasi, SiCepat adalah startup penyedia jasa logistik yang berdiri sejak tahun 2012. Hingga kini, SiCepat memiliki 6.600 cabang di seluruh Indonesia dan didukung oleh 50 ribu armada untuk melayani sekitar 6 juta pelanggan, dengan total volume pengiriman sebanyak 40 juta per bulannya.
Baca Juga: Cloud Mampu Optimalkan Kontribusi Startup untuk Mendigitalisasi UMKM
Baca Juga: Apa Itu AWS Free Tier? Layanan Gratis Apa Saja yang Ditawarkannya?