Find Us On Social Media :

Tiongkok Larang Transaksi Kripto, Investor Tak Perlu Terpengaruh

By Indah PM, Selasa, 28 September 2021 | 17:30 WIB

Ilustrasi Cryptocurrency

Harga aset kripto pada minggu lalu sempat mengalami market merah berhari-hari karena adanya kekhawatiran efek penularan Evergrande Group dan Federal Reserve. Setelah sempat pulih beberapa saat, harga mayoritas aset kripto pun kembali “terdiskon” akibat pernyataan dari Bank Sentral Negara Republik Rakyat Tiongkok yang mengumumkan perlawanan kerasnya terhadap industri kripto, sehingga menyebabkan aksi jual massal terjadi kembali.

Perwakilan bank sentral Tiongkok juga menyatakan bahwa transaksi kripto adalah transaksi yang ilegal karena bersifat spekulatif dan dianggap rawan dimanfaatkan untuk tindakan pencucian uang.

Menanggapi pernyataan tersebut, Oscar Darmawan selaku CEO Indodax, platform jual beli kriptokurensi  di Indonesia menyatakan bahwa meskipun pelarangan tersebut sempat membuat harga bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh, namun atensi dan minat masyarakat dunia (tidak hanya di Indonesia) sampai saat ini justru makin banyak.

“Investor tidak perlu was was. Menurut saya, pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara. Namun secara jangka panjang tidak akan berdampak,” tutur Oscar.

Oscar juga mencontohkan, harga bitcoin pada 1 Januari 2021 menyentuh US$29.576 per koin atau setara Rp422 jutaan dengan kurs dollar hari ini. Kini, harga bitcoin sudah menyentuh di angka US$43.942 per koin atau setara Rp626 jutaan dengan kurs dollar hari ini.

Oscar Darmawan menjelaskan, bahwa pernyataan dari People's Bank of China (bank sentral negara Republik Rakyat Tiongkok) mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru. Pada awal tahun 2021, pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto. Kabar tersebut, disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara Tiongkok pada Mei 2021, yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan Tiongkok, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring Tiongkok yang resmi melarang segala perdagangan kripto.

Sebelum tahun 2021, tepatnya sejak 2013 akhir, Tiongkok memang sudah melarang bitcoin. Pada 2017, pemerintahan Tiongkok pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian di Juli 2018, People's Bank of China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup. Dan di tahun 2019, People's Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering.

Oscar menambahkan bahwa negara Tiongkok memang satu satu nya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia. Di Indonesia  aset kripto sudah resmi diatur dibawah BAPPEBTI.

“Ekosistem Tiongkok dirancang tertutup termasuk internet. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri namun keempat layanan tersebut tetap berjaya sampai saat ini,” imbuh Oscar.

Hal yang cukup unik mengenai transaksi aset kripto adalah, selama ada jaringan internet investor bisa menyimpan aset kriptonya sendiri. Tidak hanya secara daring, investor pun bisa menyimpan aset kripto secara luring di dalam suatu usb flashdrive. Dengan hal unik seperti ini, tentu ini menjadi hal yang cukup sulit apabila suatu pihak menghalangi individu untuk memiliki aset kripto.