Find Us On Social Media :

Cegah Berita Hoaks, YouTube Blokir Semua Konten Video Anti-Vaksin

By Adam Rizal, Jumat, 1 Oktober 2021 | 13:30 WIB

Ilustrasi Youtube

YouTube memblokir konten video yang mendorong pergerakan anti-vaksin, menyusul pemblokiran berita bohong dan misinformasi soal vaksin Covid-19. Kebijakan baru YouTube itu diumumkan lewat blog resmi menyusul kebijakan sebelumnya yang melakukan pemblokiran terhadap misinformasi terkait vaksin Covid-19.

YouTube juga telah menghapus sejumlah kanal video dari aktivis anti-vaksin terkenal, termasuk Joseph Mercola dan Rebert F. Kennedy Jr. Ahli menyatakan kedua orang tersebut berkontribusi menyebarkan keraguan yang berdampak pada melambatnya program vaksin di Amerika Serikat.

Salah satu konten yang tidak diizinkan oleh YouTube adalah konten yang mengandung klaim vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan dan informasi suntikan MMR yang melindungi dari serangan campak, gondok, dan rubella dapat menyebabkan autisme.

Langkah yang diambil YouTube untuk memblokir konten-konten anti vaksin dimulai karena banyak kritikan yang datang kepada YouTube dan beberapa raksasa teknologi lain seperti Facebook dan Twitter. Kritikan tersebut menyebut raksasa teknologi ini belum melakukan upaya yang cukup untuk menghentikan penyebaran informasi kesehatan yang salah di platform mereka.

Meski demikian, sikap YouTube yang keras dalam memerangi misinformasi ini menimbulkan berbagai reaksi di seluruh dunia. Pada Selasa (28/9), sebuah saluran siaran berbahasa Jerman yang didukung Rusia bernama RT dihapus oleh YouTube setelah diduga melanggar aturan misinformasi Covid-19 dari YouTube.

Kemudian Rusia pada hari berikutnya menyebut hal tersebut sebagai agresi informasi, dan mengancam akan memblokir YouTube, seperti dilaporkan Reuters.

Dikutip dari Washington Post, peneliti mengatakan misinformasi di di YouTube memberikan keraguan pada masyarakat yang menyebabkan melambatnya program vaksin yang dilakukan.

Di Amerika Serikat sebanyak 56 persen masyarakat telah mendapatkan dua dosis vaksin, lebih sedikit dibanding Kanada yang yang masyarakatnya telah divaksin sebanyak 71 persen dan Inggris yang masyarakatnya sudah divaksin sebanyak 67 persen.

Pada bulan Juli Presiden Biden mengatakan perusahaan sosial media ambil andil dalam menyebarkan misinformasi dan perlu melakukan upaya lebih untuk memberantas hal ini.