Find Us On Social Media :

ITSEC Asia: Peningkatan Literasi Digital Harus Mencakup Keamanan Data Pribadi

By Cakrawala, Senin, 24 Januari 2022 | 21:00 WIB

Ilustrasi keamanan data.

ITSEC Asia hari ini di Jakarta mengingatkan bahwa peningkatan literasi digital di Indonesia harus pula mencakup keamanan data pribadi. Pasalnya, berdasarkan Indeks Literasi Digital Indonesia 2021 oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia — berdasarkan empat pillar; ITSEC Asia menyebutkan pilar keamanan digital (digital safety) mendapat skor paling rendah, yakni 3,10. Sementara, ketiga pilar lain beroleh skor lebih tinggi; yakni budaya digital (digital culture) dengan skor 3,90, etika digital (digital ethics) dengan skor 3,53, dan kecakapan digital (digital skill) dengan skor 3,44. Adapun skor maksimal adalah 5.

Sejalan dengan itu, integrasi digital terhadap berbagai layanan pendukung aspek-aspek kehidupan yang makin jamak, membuat pula ancaman terhadap kemanan digital tersebut makin tinggi. Seperti yang InfoKomputer sampaikan di sini, kini cyber security alias keamanan siber makin penting.

“Data yang dirilis oleh Kemkominfo menunjukkan bahwa saat ini literasi digital masyarakat Indonesia terhadap pemanfaatan dan pengetahuan semakin mengarah ke tingkatan yang lebih baik. Namun, data tersebut juga menunjukkan bahwa indeks literasi digital dalam segi keamanan masih perlu ditingkatkan,” sebut Andri Hutama Putra (Presiden Direktur PT ITSEC Asia).

ITSEC Asia menambahkan; saat ini, dengan penggunanan internet dan sosial media yang meningkat; sayangnya masih banyak masyarakat Indonesia yang juga dengan mudah mengumbar data pribadi mereka di ranah digital. Hal itu tentu sangat rawan terhadap penyalahgunaan seperti penipuan secara digital dan juga potensi pemalsuan data.

ITSEC Asia juga menggarisbawahi pentingnya organisasi yang "go-digital" dan menyimpan data pribadi konsumen atau pengguna di tanah air untuk memahami konsekuensi perlindungan data yang mereka pegang. ITSEC Asia mencontohkan dugaan kasus bocornya data 6 juta pasien COVID-19 yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data yang diduga bocor mencakup hasil pemeriksaan radiologi, foto dan identitas pasien, hasil CT scan, hasil tes COVID-19, asal rumah sakit, serta waktu pengambilan gambar.

“Ini menjadi peringatan keras bagi kita semua, bahwa perkembangan digital ke arah yang semakin canggih juga diimbangi dengan ancaman serangan siber yang semakin meningkat. Dengan begitu, sudah seharusnya bahwa perlindungan data pribadi dalam dunia digital menjadi tanggung jawab tidak hanya pemerintah, namun juga elemen-elemen pengguna lainnya seperti lembaga atau perusahaan beserta anggota atau organisasinya, dan juga masyarakat umum,” pungkas Andri Hutama Putra.