Pandemi Covid-19 mengubah tatanan masyarakat, termasuk cara bekerja. Sejak awal pandemi, banyak perusahaan mengadaptasi Work From Home (WFH) untuk mengurangi mobilitas dan memutus rantai penularan virus di kantor. Adaptasi perubahan tersebut tidaklah mudah. Banyaknya gangguan ketika bekerja di rumah dan kesulitan dengan teknologi yang harus memadai, menjadi tantangan tersendiri di awal pandemi.
Namun, yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Karyawan sudah nyaman dengan bekerja dari rumah dan malah menginginkan bisa terus bekerja dari rumah, atau bekerja dari mana saja (Work From Anywhere) yang justru menunjang produktivitas mereka. Banyak juga perusahaan yang kini menggabungkan antara Work From Home dan Work From Office, yang dinamakan sebagai Hybrid Work.
Dengan berubahnya cara bekerja, banyak skill-skill baru yang dibutuhkan dan yang harus dimiliki oleh karyawan. Antara lain adalah kemampuan problem solving, writing, riset, kreativitas, dan yang terpenting adalah teamwork.
Dalam acara Niagahoster Virtual Career Fair beberapa waktu lalu, Rheinjani Dora Novelia, Head of People Team Niagahoster, mengatakan tantangan yang lebih besar dialami oleh para leader atau karyawan yang ingin mendapatkan pengembangan karir yang signifikan. Ada setidaknya 8 hal yang harus dipahami dan dimiliki untuk bisa mendapatkan akselerasi karir yang signifikan di perusahaan yang menerapkan Hybrid Work.
Yang pertama adalah supportiveness. Wanita yang akrab disapa Dora itu menjelaskan supportiveness adalah kemampuan dan kemauan untuk membantu, melindungi, dan menyediakan kebutuhan orang lain. Baik itu kebutuhan dalam bentuk fisik maupun emosional.
“Selanjutnya adalah assertiveness. Yang satu ini mungkin agak sulit bagi orang Indonesia yang cenderung tidak enakan, karena assertiveness adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat secara jujur dan percaya diri namun tanpa melupakan compassionate di dalam menyampaikannya,” jelasnya.
Kemampuan selanjutnya yang harus dimiliki adalah compliance dan conflict management. Seseorang yang menjadi pemimpin di era Hybrid Work harus bisa menjaga kedisiplinan diri karena sudah diberikan kebebasan untuk bekerja dengan lebih fleksibel.
“Tantangan terbesar adalah conflict management. Karena kita jarang bertemu dengan anggota tim kita maupun tim lain, atau malah belum pernah bertemu sama sekali tapi masih harus berhubungan dan harus bisa mengatasi jika ada perbedaan pendapat atau masalah lainnya,” lanjut Dora.
Kemampuan untuk mengatasi konflik tersebut di atas, erat kaitannya dengan kemampuan relationship di mana kemampuan bekerja dalam tim, kolaborasi, dan menjaga hubungan baik sangat diperlukan sebagai salah satu usaha di dalam manajemen konflik. Selanjutnya adalah service orientation yang memastikan pemimpin mengutamakan untuk melayani apa saja yang bisa ia lakukan agar semua tim bisa bekerja dengan baik dan customer atau klien mendapatkan kepuasan.
Yang tidak kalah penting dimiliki dalam sistem bekerja Hybrid Work adalah social awareness skill dan stress tolerance. “Menjadi team leader di era Hybrid Work juga berarti kita harus bisa aware terhadap situasi setiap anggota tim. Kita harus paham dan bisa berempati atas situasi setiap orang yang berbeda-beda,” katanya.
Jika social awareness adalah paham situasi orang lain, sedangkan stress tolerance adalah kemampuan diri sendiri untuk peka terhadap situasi diri sendiri. Stress tolerance dalam sistem Hybrid Work haruslah tinggi. Harus mulai aware ketika stres mulai muncul dan harus bisa menemukan caranya masing-masing untuk mengelola stress yang dialami.
“Misalnya harus memberikan jeda terlebih dahulu saat sudah merasa lelah bekerja. Bekerja di rumah bukan berarti harus bekerja 24 jam namun harus proaktif di dalam mencari solusi dari stres yang dialami sehingga kita bisa memberikan performa yang baik dan kembali berkolaborasi dengan tim yang lain,” tutupnya.