Ransomware menjadi metode serangan siber utama yang teramati pada tahun 2021, dan tidak ada tanda-tanda kelompok ransomware akan menghentikan aksinya, meskipun ada peningkatan dalam penghapusan ransomware. Menurut laporan tahun 2022, kelompok ransomware bertahan selama rata-rata 17 bulan sebelum ditutup atau berganti nama.
2. Kerentanan mengekspos "masalah" terbesar bisnis
X-Force mengungkapkan bahwa bisnis di Asia, Eropa dan MEA, kerentanan yang tidak ditambal (patch) menjadi penyebab sekitar 50 persen dari serangan pada tahun 2021. Fakta ini memperlihatkan tantangan terbesar bagi bisnis, yaitu menambal kerentanan.
3. Peringatan dini krisis siber di cloud
Penjahat siber disebut IBM Security telah meletakkan pijakan awal serangan terhadap lingkungan cloud. Terungkap dalam laporan tahun 2022 adanya peningkatan 146 persen dalam kode ransomware Linux baru dan pergeseran target ke arah Docker. Hal ini berpotensi memudahkan lebih banyak pelaku ancaman memanfaatkan lingkungan cloud untuk tujuan jahat.
"Penjahat siber umumnya menginginkan uang. Dengan ransomware, kini mereka mengejar pengaruh," ucap Charles , Head of X-Force. Menurutnya, para pelaku bisnis harus menyadari bahwa kerentanan menempatkan mereka dalam kebuntuan dan ini dimanfaatkan para aktor ransomware.
“Ini adalah tantangan non-biner. Permukaan serangan tumbuh semakin luas, jadi alih-alih beroperasi dengan asumsi bahwa setiap kerentanan di lingkungan mereka telah di-patch, bisnis harus beroperasi dengan asumsi bahwa penyusupan selalu ada, dan meningkatkan manajemen kerentanan mereka dengan strategi Zero-Trust," jelas Charles Henderson.