Pentingnya Audit Berkala Bagi PSrE
Lebih jauh, Semuel dan Sati menambahkan agar kredibilitas proses validasi dapat dipertanggungjawabkan, PSrE harus melalui proses audit yang mendalam oleh Kominfo, tidak hanya saat mendaftar pertama kali sebagai PSrE, namun secara berkelanjutan wajib diaudit kembali setiap tahun agar dapat menerbitkan Tanda Tangan Elektronik yang Tersertifikasi.
“Tiap tahun kami pastikan mereka (PSrE) menjalankan fungsi tugasnya sesuai aturan dan keamanan perlindungan data pribadi sehingga tidak boleh ada sedikit pun kesalahan, karena yang kita hadirkan adalah trust (kepercayaan). Di satu sisi, TTE yang Tidak Tersertifikasi akan membutuhkan pembuktian yang lama, dan memerlukan validasi dari banyak institusi. Contohnya, dia akses dari internet ini, (alamat) IP nya berapa, terus laptopnya harus dicek lagi, semua dicek. Apabila ada masalah, pembuktiannya perlu waktu yang panjang dan sulit. Kalau TTE sudah tersertifikasi, tinggal cek ke VIDA saja, benar tidak kamu yang issued?,” ungkap Semuel.
“Audit secara berkala ini menunjukkan komitmen kuat dari Kominfo untuk security mengenai bagaimana kami melindungi data pribadi. Tak hanya audit Kominfo, VIDA juga menambah proses audit secara global dari WebTrust, salah satu auditor tertinggi global, sebagai check and balance. Karena kalau menurut kami secure, bagaimana menurut independent 3rd party yang berkompeten, apakah masih terpenuhi? Itu yang saya maksud dengan beyond compliance, jadi bukan hanya membangun keamanan untuk kewajiban saja, namun agar sistem kami benar-benar secure secara terus menerus. Di Indonesia, apabila ada layanan yang tidak terpercaya secara online, hal itu dapat mengurangi penggunaan layanan tersebut. Oleh karena itu, trusted layer ini penting untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital,” tambah Sati.
Dampak Digital Banking Bagi Inklusi Keuangan
Dalam diskusi yang sama, SVP Product DigiBank by DBS, Imam Akbar Hadikusumo menjelaskan dampak digital banking bagi inklusi keuangan.
“Di tengah keterbatasan UMKM untuk mengakses jasa perbankan, digital banking mencoba memutus batasan lokasi, fisik, maupun waktu sehingga dapat membantu masyarakat agar bisa bankable. Pada bank konvensional, kita harus melakukan semua proses tatap muka saat membuka rekening, (contohnya) fotokopi KTP dan melakukan tanda tangan basah. Melalui digital banking, kami menekankan pengalaman perbankan tanpa tatap muka, tidak ada Batasan fisik, waktu, dan lokasi. Dengan digital banking, boundary itu hilang, hingga layanan bank dapat diakses siapa saja dan dimana saja, dan kami bisa membantu program pemerintah untuk inklusi keuangan,” papar Imam.
Imam menambahkan bahwa sebagai bisnis kepercayaan, industri perbankan perlu menjadikan keamanan dan kenyamanan sebagai faktor penting.
“Untuk pengalaman perbankan tanpa tatap muka, memberikan rasa aman menjadi satu hal yang sangat penting untuk kepercayaan nasabah. Dari sisi keamanan, kami terus mengadopsi teknologi identity proofing yang terus berevolusi. DigiBank pertama kali (menggunakan) pencocokan sidik jari dengan e-KTP. Seiring waktu, ada perubahan dimana perkembangan teknologi terus berevolusi, ada face biometric, liveness detection, ada OCR. Ke depan kami akan terus evolve supaya dapat berinovasi dengan teknologi, dan nasabah mendapatkan kemudahan, keamanan dan kenyamanan,” pungkasnya.
Baca Juga: Diboikot Jerman dan Italia, Kaspersky Pastikan Layanannya Aman!