Find Us On Social Media :

Rencana Elon Musk untuk Twitter: Pecat Karyawan dan Tweet Berbayar

By Wisnu Nugroho, Minggu, 1 Mei 2022 | 03:30 WIB

Twitter Elon Musk

Elon Musk telah berhasil membeli Twitter dengan nilai fantastis US$44 miliar (atau sekitar 640 triliun). Dana sebesar itu didapat Elon dari pinjaman bank dengan nilai US$25,5 miliar ditambah dana dari kantong pribadinya. 

Untuk mendapatkan pinjaman tersebut, Elon pun memaparkan rencana ke depan terkait Twitter ke pihak bank. Dari sisi finansial, Elon memiliki dua rencana besar: mengurangi pengeluaran karyawan serta melakukan monetisasi dari tweet.

Salah satu bentuk pengurangan pengeluaran itu adalah menghapus gaji dari jajaran direksi Twitter. Terungkap dari salah satu tweet Elon, penghapusan gaji itu dapat mengurangi pengeluaran sampai US$ 3 juta per tahun. Cara lain adalah mengurangi jumlah karyawan Twitter alias melakukan PHK. 

Sedangkan untuk meningkatkan pendapatan, Elon berencana meningkatkan monetisasi dari tweet yang penting atau viral. Caranya dengan mengenakan biaya ke pihak ketiga yang ingin mengutip tweet tersebut. Sebagai informasi, saat ini kita bisa embed sebuah tweet tanpa biaya, seperti contoh di bawah ini.

Elon Musk sepertinya meyakini, monetisasi dari tweet pesohor atau lembaga resmi dapat menjadi ujung tombak pendapatan Twitter. Bahkan, Elon ingin Twitter tidak lagi mengandalkan pendapatannya dari iklan seperti yang terjadi saat ini.

Tidak Semudah Itu

Namun perlu dicatat, semua perubahan itu baru bisa terjadi saat Elon Musk resmi menjadi pemilik Twitter (sekitar akhir tahun ini). Apakah rencana itu berhasil, masih menjadi tanda tanya besar.

Beberapa bank kabarnya enggan memberi pinjaman ke Elon Musk mengingat risiko yang tinggi. Perlu dicatat, nilai pinjaman US$25,5 miliar itu setara tujuh kali lipat proyeksi pendapatan Twitter di tahun 2022. 

Alasan lain keengganan bank adalah sosok Elon yang kontroversial. Bukan rahasia lagi jika banyak petinggi Twitter yang tidak menyukai perilaku Elon Musk yang sering mengundang kontroversi. 

Contoh terakhir adalah yang terjadi minggu lalu, ketika Elon Musk melayangkan kritik terbuka terhadap Vijaya Gadde, petinggi Twitter di area moderasi konten. Elon mengkritik tindakan Vijaya yang pernah memblokir berita New York Post terkait Joe Biden. Alasannya, berita tersebut bersumber dari hasil pembobolan data (hacking) dan membahayakan individu.

Tindakan Twitter itu di kemudian hari dibenarkan oleh Federal Election Commission, lembaga resmi AS yang mengurus soal konten. Namun kritik terbuka Elon Musk tersebut berakibat cyber bullying bernada rasis kepada Vijaya, yang kebetulan adalah wanita keturunan India.

Sikap Elon yang kontroversial tersebut tentu saja membuat banyak karyawan Twitter resah. Bisa jadi, akan muncul eksodus massal yang mengganggu operasional Twitter.

Jika itu terjadi, usaha meningkatkan pendapatan Twitter pun akan terganggu. Dan akibatnya, pinjaman ratusan triliun rupiah itu pun terancam gagal dibayar.