Para pelaku bisnis khususnya di kawasan Asia Pasifik dan Jepang perlu memprioritaskan isu-isu sosial dan keberlanjutan (sustainability) dan berpikir ulang tentang bagaimana mereka menggunakan teknologi untuk memberikan dampak kepada masyarakat. Jika tidak, ini konsekuensinya, menurut hasil studi Oracle.
Studi terbaru Oracle bersama Pamela Rucker, CIO Advisor & Instructor untuk Harvard Professional Development mengungkap bahwa saat ini orang tak akan segan-segan memutus hubungan bisnis dengan perusahaan yang tidak memiliki inisiatif terkait masalah sosial dan keberlanjutan (sustainability).
Studi berjudul “No Planet B” ini menemukan bahwa 74% responden bersedia membatalkan hubungan dengan brand atau merek yang tidak serius dalam inisiatif sosial dan sustainability. Dan 72% bahkan rela berhenti dari pekerjaannya saat ini demi bisa bergabung dengan perusahaan atau brand yang memiliki fokus lebih banyak pada upaya-upaya terkait dua hal tersebut.
Apa alasan responden menginginkan perusahaan atau pelaku bisnis lebih serius menangani isu sosial dan sustainability? Studi yang diikuti 11.000 responden dari kalangan konsumen dan pemimpin bisnis dari 15 negara di kawasan Asia Pasifik dan Jepang (JAPAC) itu mengungkapkan bahwa 95% orang menginginkan adanya kemajuan dalam faktor sosial dan sustainability.
Sebanyak 53% responden mengatakan bahwa dua hal itu penting untuk membangun kehidupan yang lebih sehat. Sementara 49% lainnya beralasan “menyelamatkan bumi demi generasi yang akan datang”, dan 49% mengatakan untuk mendorong terciptanya kesetaraan di seluruh dunia.
Ketika bisnis lebih memberikan perhatian pada masalah lingkungan dan sustainability, bisnis juga akan menuai manfaat. Sebanyak 89% responden bersedia membeli produk dan layanan premium dari perusahaan. Sementara 87% ingin bekerja di perusahaan itu. Dan 86% menyatakan keinginan untuk berinvestasi di perusahaan yang memerhatikan isu lingkungan dan keberlanjutan.
Studi Oracle ini juga mengungkap bahwa para pemimpin bisnis memahami betapa penting dan medesaknya perhatian kepada isu sosial dan sustainability. Sebanyak 95% pemimpin bisnis percaya bahwa metrik sustainability dan sosial harus digunakan untuk memberikan informasi kepada metrik tradisional bisnis. Sementara 92% menyatakan keinginannya untuk meningkatkan investasi untuk mewujudkan sustainability.
Sebenarnya ada alasan mengapa kini masyarakat sangat mengharapkan keterlibatan pelaku bisnis dalam menjawab tantangan sosial dan sustainability. Menurut studi Oracle, 94% responden menilai tidak ada kemajuan yang dibuat masyarakat untuk menangani isu ini. Sebanyak 40% mengatakan, masyarakat disibukkan dengan prioritas lain; 43% percaya ini akibat adanya lebih banyak penekanan pada keuntungan jangka pendek daripada manfaat jangka panjang; dan 37% menilai orang terlalu malas atau egois untuk mau menyelamatkan bumi.
Masyarakat (50%) percaya bisnis akan mampu membuat perubahan yang lebih berarti dalam penanganan isu sosial dan sustainability ketimbang individu atau pemerintah. Yang menarik lagi, 89% responden yakin bisnis dapat membuat kemajuan dalam mencapai tujuan sosial dan sustainability dengan bantuan Artificial Intelligence. Bahkan 66% responden percaya bot akan berhasil melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan manusia dalam penanganan dua isu penting ini.