Find Us On Social Media :

Pengamat: Regulasi PSE Privat Harus ditaati Perusahaan Global

By Wisnu Nugroho, Senin, 18 Juli 2022 | 14:47 WIB

Pengamat: aturan PSE harus ditaati pelaku industri digital global

Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 tahun 2020 terkait PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) menguak kontroversi. Jika diterapkan, peraturan ini berpotensi membuat penyedia solusi digital global (seperti Google atau Facebook) akan dihentikan operasionalnya. 

Terkait kontroversi ini, pengamat teknologi Alfons Tanujaya berpendapat, aturan yang mengatur PSE memang harus diterapkan. “Kewajiban mengikuti pendaftaran PSE ini jelas mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan ini menyangkut ketaatan terhadap hukum dan peraturan,” ungkap Alfons. Aturan ini juga membuat kompetisi menjadi adil, karena semua perusahaan (kecil-besar, asing-lokal) memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan aturan. 

Yang tak kalah penting, aturan ini membuat posisi regulator Indonesia lebih kuat dalam mengatur PSE. “Contohnya, sebelum ini OJK sebagai lembaga pengawas keuangan tertinggi di Indonesia seperti harus meminta bantuan kepada Google [untuk memblokir sebuah aplikasi] ketika ingin membatasi aplikasi pinjol ilegal,” tambah Alfons. Dengan aturan baru ini, kontrol OJK menjadi lebih baik karena bisa langsung membatasi aplikasi pinjol bermasalah.

Karena manfaat yang dijanjikan, Alfons melihat masyarakat seharusnya mendukung aturan ini. “Karena ini menyangkut kedaulatan digital dan kemandirian bangsa kita di ruang digital,” tambah Alfons. Terkait “ketakutan” akan lumpuhnya aktivitas internet Indonesia akibat aturan ini, Alfons menyebut pentingnya Kementerian Kominfo menyusun strategi implementasi. “Jadi proses penegakan ini tidak menimbulkan kekacauan,” tambah Alfons.

Akan tetapi Alfons juga memahami terkait kekhawatiran akan efek negatif aturan ini. Contohnya kekhawatiran Safenet soal pasal karet yang ada di Peraturan Menteri ini. “Kita sebagai unsur masyarakat juga wajib aktif melakukan kontrol terhadap tanggung jawab penggunaan wewenang,” ungkap Alfons. 

“Justru kalau gara-gara khawatir penyalahgunaan wewenang lalu memilih tidak diatur, itu malah kerugiannya jauh lebih besar bagi masyarakat. Alasannya akan ada ketergantungan berlebihan pada satu aplikasi tanpa ada yang bisa mengatur, sehingga mengakibatkan eksploitasi pada pengguna layanan,” tambah Alfons.