Beban jaringan semakin berat seiring maraknya berbagai tren, seperti digitalisasi dan cara kerja hybrid. Sebanyak 70 persen CEO percaya bahwa jaringan yang jenuh akan berdampak negatif terhadap kinerja bisnis, menurut laporan terbaru NTT. Situasi ini mendorong para pemimpin bisnis untuk melakukan modernisasi jaringan.
Laporan bertajuk Global Network Report 2022 yang diikuti oleh lebih dari 1.300 professional jaringan perusahaan global ini juga mengungkapkan bahwa hanya dua dari lima atau 40 persen dari perusahaan yang mengadopsi cara kerja hybrid merasa sangat puas pada kemampuan jaringannya.
Cara kerja baru hybrid ini pun mau tak mau mengharuskan perusahaan melakukan modernisasi jaringan. Lebih dari 90 persen eksekutif mengandalkan modernisasi jaringan untuk mendorong pertumbuhan bisnis, dan 91 persen untuk mendukung kecerdasan buatan (AIOps).
Selain gaya kerja hybrid, keamanan siber, platform cloud native, dan private 5G juga menjadi alasan bagi perusahaan untuk melakukan modernisasi terhadap jaringannya.
Demi Keamanan Jaringan, Perusahaan Pilih Solusi Ini
Di sisi lain, model kerja hybrid membuat pengguna lebih rentan terhadap serangan. Oleh karena itu keamanan jaringan menjadi komponen utama yang penting dalam arsitektur jaringan. Kondisi ini, menurut NTT, akan mendorong perusahaan untuk beralih ke solusi keamanan berbasis cloud yang lebih terpusat dan model manajemen endpoint security, serta meningkatkan investasi mereka dalam keamanan siber jaringan.
Laporan NTT mengungkapkan bahwa 93 persen pemimpin bisnis percaya bahwa ancaman baru akan mendorong peningkatan permintaan keamanan untuk jaringan perusahaan mereka, yang membutuhkan tingkat kontrol akses dan inspeksi yang lebih dalam.
Transformasi ke NaaS
Sebanyak lebih dari 90 persen eksekutif senior lebih memilih model network as a service (NaaS). Layanan ini dipilih karena dipandang unggul dalam fleksibilitas untuk meningkatkan dan menurunkan skala. Selain itu, NaaS juga menjadi pilihan responden karena layanan model ini akan lebih memudahkan, misalnya dalam penerapan AIOps dan solusi otomatisasi.
Menurut laporan NTT, lebih dari 72 persen perusahaan dengan kinerja terbaik sudah mengalihdayakan (outsourcing) lebih dari separuh infrastruktur jaringannya. Dan 94 persen pemimpin bisis semakin tertarik bermitra dengan penyedia layanan terkelola atau Managed Service Provider.
"Tingkat investasi pada jaringan telah melonjak, dengan hasil penelitian ini menunjukkan banyak perusahaan cenderung membutuhkan mitra utama dan solusi layanan terkelola untuk memenuhi kebutuhan mereka. Terutama untuk mendorong keamanan dan mendapatkan akses ke keahlian yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan mengakselerasi kemajuan berbasis inovasi," kata Amit Dhingra, Wakil Presiden Eksekutif di NTT Ltd. Network Services.
Oleh karena itu menurutnya, perusahaan harus mengalihkan perhatian mereka ke model network as a service. “Bisnis harus mempertimbangkan keamanan, kompetensi keahlian, kemampuan skalabilitas, private 5G, dan software-defined networking saat memilih penyedia layanan jaringan. Dalam jangka panjang, blockchain, AI, dan otomatisasi lebih lanjut, AR dan VR, jaringan kuantum, 6G, serta komputasi fotonik akan memengaruhi cara jaringan dikirimkan," imbuh Dhingra.
Sedangkan Chris Barnard, Wakil Presiden International Data Corporation (IDC) menyebut peran fundamental jaringan dalam strategi transformasi digital serta distribusi pekerjaan dan pemrosesan.
“Oleh karena itu, kita akan melihat lebih banyak jaringan perusahaan yang memutakhirkan teknologinya, seperti AI dan pertahanan keamanan yang melindungi jaringan utama perusahaan. Penyedia layanan seperti NTT dapat mengevaluasi dan memberikan opsi-opsi penerapan fleksibel yang mengedepankan nilai bisnis,” ujar Chris Barnard.