Sempat diterpa masalah finansial akibat pandemi, PT Waskita Karya Tbk. berhasil mentransformasi bisnis dengan digitalisasi. Salah satu manfaat digitalisasi yang sudah dirasakan adalah meningkatnya peluang perusahaan dalam memenangkan tender.
Perjalanan transformasi digital badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi ini sudah dimulai pada tahun 2016. Director of Human Capital Management and System Development, PT Waskita Karya Tbk., Mursyid menceritakan bahwa transformasi itu karena perusahaan saat itu mengalami pertumbuhan besar-besaran (supergrowth).
Pertumbuhan itu terjadi setelah Waskita Karya memperoleh tugas dari pemerintah untuk menuntaskan pembangunan jalan tol, khususnya tol lintas Jawa, sepanjang sekitar 1300 kilometer dengan nilai investasi mencapai Rp180 triliun.
“Pada saat mengalami supergrowth tersebut, kami sebenarnya sudah memikirkan bagaimana menyiapkan sebuah perusahaan yang mengalami lonjakan nilai kontrak yang luar biasa ini,” ujar Mursyid.
Namun kemudian ada tantangan luar biasa datang di tahun 2020 karena realisasi proyek-proyek yang sudah direncanakan yang tidak berjalan sesuai harapan. Kondisi ini mengharuskan jajaran manajemen Waskita Karya membuat program penyehatan keuangan yang terdiri dari delapan stream.
“Dari 8 stream itu, salah satu strategi kami adalah membuat transformasi bisnis dengan digitalisasi sebagai salah satu pilar transformasi,” cerita Mursyid dalam diskusi panel di ajang Microsoft Satu Festival yang digelar di Jakarta, hari ini (10/11). Digitalisasi dijadikan sebagai salah satu pilar karena keyakinan Waskita Karya bahwa digitalisasi ini akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Dengan ditetapkannya digitalisasi sebagai salah satu pilar transformasi bisnis Waskita Karya, jumlah aplikasi yang dimanfaatkan perusahaan pun berkembang pesat. Dari aplikasi ERP dan dua aplikasi untuk line of business, sampai tahun kemarin, digitalisasi di Waskita Karya sudah menghasilkan total 26 aplikasi.
Digitalisasi Proses Bisnis
Selanjutnya Mursyid menjelaskan, digitalisasi pada proses bisnis Waskita Karya yang terbagi dalam empat tahap: bidding/marketing, engineering, procurement, dan construction.
“Di proses bidding kami sekarang memiliki yang winning war room, dengan memanfaatkan aplikasi yang kami kembangkan sendiri, namanya Welcome,” jelas Mursyid. Aplikasi Welcom memuat seluruh data tentang pasar, tender yang diikuti, dan status tender.
Menurut Mursyid, melalui winning war room ini, tim marketing dapat berkolaborasi dengan divisi-divisi lain yang terkait proses tender untuk menyiapkan strateginya. Sebelum ini, koordinasi proses tender, termasuk proses bidding, berlangsung secara parsial.
“Sekarang tidak lagi begitu karena kami kolaboarsikan dalam winning war room. Seluruh data betul-betul kami optimalkan, kami manfaatkan untuk menyusun strategi bersama untuk memenangkan tender itu,” cerita Mursyid.
Dan yang menarik, dengan adanya winning war room ini, ada data yang dapat dievaluasi dan dipelajari ketika perusahaan tidak berhasil memenangkan tender. “Setelah adanya winning war room ini, pengalaman kami, winning rate Waskita Karya naik, dari maksimal 20%, sekarang hampir menyentuh angka 30%. Jadi dari sepuluh tender yang kami ikuti, kami bisa menang tiga. Sementara dulu hanya satu atau dua tender saja,” ungkap Mursyid.
Di proses engineering, Waskita Karya memanfaatkan virtual desktop infrastructure (VDI). Dengan VDI, perusahaan tidak perlu lagi menyediakan perangkat keras dengan spesifikasi tinggi dan harga mahal untuk aktivitas tim engineering.
Misalnya, perusahaan harus menyediakan laptop berspesifikasi tinggi untuk penggunaan aplikasi Building Information Modelling (BIM) oleh tim engineering yang bertugas di berbagai proyek Waskita Karya. Ketika perusahaan harus menggarap 100 proyek, bisa dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk pembelian laptop.
“Dengan memanfaatkan VDI, kami bisa kurangi sehingga tinggal 20% (penggunaan perangkat laptop). Ini sangat mengurangi biaya,” jelas Mursyid. Menurutnya, dengan cloud-based design dan rendering process, tim engineering bisa melakukan tugasnya menggunakan laptop dengan spesifikasi yang lebih rendah.
Bahkan untuk pengerjaan proyek di luar negeri, salah satunya di Sudah Selatan, Waskita Karya akan memanfaatkan VDI. “Kalau dulu ada proyek di luar negeri, kami akan mengirimkan tim secara komplet terutama engineering. Sekarang tidak lagi karena proses engineering bisa dikerjakan di Jakarta dan ini penghematan luar biasa,” jelasnya bersemangat.
Untuk kebutuhan procurement, Waskita Karya pada bulan Oktober lalu meluncurkan aplikasi e-procurement yang dinamai We-Proc. Aplikasi pengadaan ini mewadahi pembeli dan rekanan untuk melakukan pengadaan secara digital.
Menurut Mursyid, dengan adanya aplikasi We-Proc, proses procurement kini bisa dilakukan secara tersentralisasi. Manfaat yang diraih, menurutnya, adalah skala dan harga yang relatif jauh lebih kompetitif dan compliance yang lebih baik dari sebelumnya.
Untuk proses construction (konstruksi), Waskita Karya memanfaatkan teknologi virtual realtiy sebagai media koordinasi BIM. “Dulu, tim engineering dengan keterbatasan sumber daya harus pergi ke lokasi proyek. Nah, sekarang cukup lewat VR ini masalah dapat diatasi bersama,” imbuh Mursyid.
Targetkan National Lighthouse
Untuk mendukung proses transformasi ini, Waskita Karya juga juga mengembangan organisasi TI-nya. TI yang dulunya berupa departemen sekarang telah ditingkatkan menjadi divisi dengan sejumlah departemen di bawahnya sehingga bisa memberikan support yang lebih andal terhadap operasional TI Waskita Karya.
“Di tahun 2022 ini kami menyiapkan departemen khusus data analytics, dalam rangka persiapan kami untuk journey selanjutnya yang mau tidak mau kami akan migrasi ke cloud sepenuhnya, agar efisiensi bisa tercapai,” imbuh Mursyid.
Tak hanya berhenti di implementasi teknologi, Mursyid mengungkapkan bahwa PT Waskita Karya Tbk. kini sedang berupaya untuk meraih gelar National Lighthouse. Sebagai informasi, National Lighthouse Industri 4.0 menjadi contoh dalam transformasi digital dan penerapan teknologi 4.0. Perusahaan-perusahaan ini dianggap layak menjadi role model bagi pelaku industri di sektornya serta dapat menjadi mitra dialog pemerintah dalam implementasi Industri 4.0 di Indonesia.
“Di Indonesia ada sekitar seratusan lebih BUMN. Nah, yang memperoleh predikat National Lighthouse itu baru satu yaitu Pupuk Kaltim. Oleh karena itu, kami ingin jadi yang kedua,” ujar Mursyid bersemangat. Sebagai informasi, saat ini sudah ada empat perusahaan, termasuk Pupuk Kaltim, yang ditunjuk Pemerintah Indonesia sebagai National Lighthouse Industri 4.0.