Dalam beberapa tahun terakhir, industri layanan keuangan digital atau fintech (financial technology) menjadi salah satu sektor yang paling berkembang dengan adanya peningkatan partisipasi perempuan sebagai pelaku industri dan penggunanya.
Sebagai usaha untuk mengurangi kesenjangan gender dalam inklusi keuangan, industri fintech di Indonesia saat ini juga sudah banyak melibatkan perempuan untuk berinovasi dalam membangun ekosistem digital yang aman dan nyaman untuk perempuan.
Sejalan dengan agenda pemerintah dan regulator, partisipasi perempuan Indonesia dalam inklusi keuangan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia terus menjadi perhatian dan prioritas pelaku industri fintech.
Berdasarkan hasil diskusi “Women in Fintech Roundtable Discussion: Role of Women in Promoting Responsible Innovation on Digital Finance and Fintech Ecosystem” yang dilaksanakan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) pada pertengahan November 2022 lalu, baik pelaku industri maupun pemerintah masih memiliki banyak tugas dan perlu bekerja sama dalam mengadvokasi dan memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat khususnya perempuan dalam inklusi keuangan pada lingkup digital.
Menurut sumber Laporan Survei Anggota Tahunan AFTECH, perusahaan fintech di Indonesia saat ini memang sudah cukup banyak menyediakan layanan khusus untuk perempuan.
Salah satu produk layanan yang paling banyak digunakan oleh perempuan adalah P2P lending yang 84% peminjamnya adalah perempuan.
Hal ini juga juga sejalan dengan survei yang dilakukan OJK 2 yang mengungkapkan bahwa 66,7% penerima P2P atau pinjaman online adalah perempuan.
Sebagai salah satu pembicara diskusi pada acara Women in Fintech Roundtable Discussion, Sati Rasuanto, Co-Founder dan CEO VIDA mengatakan, “Dalam proses onboarding pengguna layanan digital, keberhasilan verifikasi dan otentikasi identitas digital sesuai dengan identitas legal menjadi salah satu kunci penentu bergabungnya pengguna ke dalam platform layanan fintech. Untuk itulah, sebagai penyedia layanan verifikasi identitas dan sertifikat elektronik, VIDA berkomitmen untuk terus berinovasi dalam menghasilkan teknologi yang inklusif dan ramah bagi berbagai gender. Dengan begitu, pengguna layanan digital khususnya perempuan dapat melakukan proses onboarding dalam platform digital secara mudah, aman, dan nyaman tanpa adanya bias dan kendala terkait teknologi deteksi verifikasi identitas.”
Selain akses dan kemudahan penggunaan layanan fintech, literasi digital dan literasi keuangan yang memadai juga menjadi faktor penting dalam menjamin perempuan mendapatkan kenyamanan dan keamanan penggunaan layanan keuangan di dalam ekosistem digital.
Masih berdasarkan Laporan Survei Anggota Tahunan AFTECH, indeks literasi keuangan baik laki-laki maupun perempuan telah mengalami peningkatan, dengan pertumbuhan literasi keuangan perempuan dua kali lipat dibandingkan laki-laki pada tahun 2016 hingga 2019 dengan peningkatan sebesar 12,4%.
Sati Rasuanto menambahkan “Literasi digital dan keuangan yang belum merata di tengah meningkatnya penggunaan layanan fintech di kalangan perempuan, masih menempatkan kelompok masyarakat ini, khususnya di Indonesia, sebagai pengguna layanan yang rentan terhadap berbagai resiko kejahatan keuangan. Meningkatnya jumlah kasus perempuan sebagai korban platform pinjaman dan investasi online ilegal menunjukan rendahnya literasi keuangan dengan berbagai latar belakang yang masih perlu diperhatikan baik oleh pelaku bisnis industry fintech maupun pemerintah.”
Dengan dilakukannya advokasi literasi digital dan keuangan seiring penetrasi penggunaan layanan fintech, VIDA optimis ke depannya hal ini dapat dijadikan salah satu solusi dari inklusi keuangan perempuan dalam membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia.
Tidak hanya sebagai pengguna, Sati mendorong peningkatan peran perempuan di balik inovasi teknologi fintech agar perempuan merasa aman dan nyaman menggunakan produk fintech dalam bertransaksi dalam ekosistem digital.
Baca Juga: ICE Institute dan Acer Buka Game Working Space Pertama di Indonesia