Menurut hasil studi terbaru perusahaan keamanan cloud computing, Zscaler, menemukan bahwa lebih dari 90% pemimpin TI di perusahaan global yang sudah melakukan migrasi ke cloud computing, telah mengimplementasikan, sedang mengimplementasikan, atau berencana mengimplementasikan arsitektur keamanan Zero Trust.
Hasil studi bertajuk “The State of Zero Trust Transformation 2023” itu juga mengungkapkan, lebih dari dua pertiga (68%) pemimpin TI percaya bahwa penggunaan cloud computing yang aman tidak mungkin dilakukan dengan infrastruktur keamanan jaringan lama (seperti firewall dan VPN tradisional). Sehingga, Zero Trust dianggap cara yang lebih aman.
Studi terbaru Zscaler ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1.900 pemimpin TI (seperti CIO, CISO, CDO, CTO, dan Kepala Infrastruktur) di perusahaan global, yang telah mulai memigrasikan aplikasi dan layanan mereka ke cloud computing.
“Sebagian besar perusahaan global telah beralih ke layanan cloud computing, dan Zero Trust menduduki peringkat tinggi dalam agenda pembuat keputusan (red: pemimpin TI), kata Nathan Howe, VP Emerging Technology and 5G di Zscaler, dikutip dari SDxCentral, Jum’at (6/1/2023).
Studi Zscaler ini pun menunjukkan bahwa dengan latar belakang transformasi digital yang cepat, para pemimpin TI percaya bahwa Zero Trust – yang dibangun berdasarkan prinsip bahwa tidak ada pengguna, perangkat, atau aplikasi yang harus dipercaya – adalah kerangka kerja ideal untuk mengamankan pengguna layanan perusahaan, beban kerja, dan lingkungan IoT/OT di cloud computing.
Zero Trust juga dianggap berpotensi membuka peluang bisnis di seluruh proses digitalisasi, mulai dari mendorong peningkatan inovasi hingga mendukung keterlibatan karyawan yang lebih baik, atau memberikan efisiensi biaya.
Lebih lanjut, meskipun adopsi Zero Trust di perusahaan global sangat tinggi, Zscaler menemukan bahwa hanya 22% perusahaan yang sepenuhnya yakin bahwa mereka sudah memanfaatkan potensi penuh dari infrastruktur cloud computing mereka.
Secara regional, hasilnya bervariasi dengan 42% perusahaan di wilayah Amerika merasa yakin sepenuhnya dalam penggunaan infrastruktur cloud computing mereka, dibandingkan dengan 14% perusahaan di seluruh EMEA dan 24% di APAC.
India (55%) dan Brasil (51%) memimpin, diikuti oleh AS (41%) dan Meksiko (36%), serta negara-negara Eropa dan Asia yang masih kurang percaya diri.
Di Eropa, Swedia (21%) dan Inggris (19%) berhasil memimpin diikuti oleh Australia (17%), Jepang (17%) dan Singapura (16%).
Lalu ada negara-negara dari Eropa lainnya yang mengekor, yaitu Belanda dengan 14%, Italia (12%), Prancis dan Spanyol dengan 11% serta Jerman dengan 9%.
Berdasarkan studi, keamanan tampaknya menghalangi realisasi penuh potensi dari cloud computing. Para pemimpin TI mengutip masalah privasi data, tantangan untuk mengamankan data di cloud computing, dan tantangan dalam meningkatkan keamanan jaringan sebagai salah satu hambatan utama untuk merangkul potensi penuh cloud computing.
Namun, ketika ditanya tentang faktor utama yang mendorong inisiatif transformasi digital di perusahaan mereka, tiga faktor teratas adalah pengurangan biaya, mengelola risiko di dunia maya, dan memfasilitasi teknologi baru seperti 5G dan Edge Computing, yang menunjukkan mungkin masih ada kekurang pemahaman yang jelas tentang bagaimana untuk sepenuhnya memanfaatkan cloud computing unyuk bisnis secara lebih luas.
Lalu, ketika ditanya tentang teknologi Zero Trust teratas yang diinvestasikan dalam 12 bulan ke depan, ZTNA – Zero Trust Network Access (30%), cloud firewall (29%), dan tools untuk pencegahan kehilangan data (27%) adalah pilihan utama para perusahaan global.