Potensi pelanggan pada layanan broadband tetap (fixed broadband) masih terbuka lebar, sehingga persaingan kian sengit, dan membuat perang tarif harga antar penyedia jasa internet di Indonesia. Hal itu akan mengganggu ekosistem bisnis fixed broadband di Indonesia.
Berdasarkan data terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), cakupan layanan fixed broadband di Indonesia masih di bawah 30%, dari total pengguna internet di Indonesia.
Karena itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta pemerintah menetapkan tarif batas atas dan bawah internet Indonesia untuk mencegah terjadinya perang harga internet.
"Mengusulkan kepada pemerintah untuk menentukan batas atas dan batas akhir harga Internet Indonesia," ujar Sekjen APJII Zulfadly Syam di Jakarta.
Zulfadly mengungkapkan saat ini sedang terjadi perang tarif yang mengakibatkan dampak buruk bagi industri. Perang tarif ini menguntungkan konsumen karena harga internet yang murah, tetapi dari sisi kualitas itu sangat terasa. Bahkan, dalam tiga bulan ada sekitar 10 penyedia jasa internet atau internet service provider (ISP) tumbang.
"Perang tarif ini terjadi dari kita mengenal Internet itu sudah terjadi. Kalau dulu lingkupnya kecil, seperti Jakarta ya Jakarta saja. Kalau sekarang sudah mulai ke daerah-daerah lain. Kita harus melihat fenomena ini sudah sampai di urban, sekarang ke rural," tuturnya.
"Sekarang masih diuntungkan konsumen, yang mau kita lihat bagaimana ISP memberikan kualitas ketika perang tarif harga yang sedemikian rupa. Perang tarif setahun sih oke, kalau tiap bulan berganti-ganti. Jadi, ada anekdot bahwa yang turun adalah hujan dan bandwidth," ucapnya.
Penetapan tarif batas atas dan bawah internet Indonesia muncul berdasarkan hasil survei APJII terkait ISP yang menjadi anggotanya. Usulan tersebut akan disampaikan ke pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dengan harapan bisa jadi perhatian pemerintah untuk menetapkan tarif internet yang ideal, tak hanya bagi konsumen tapi juga keberlanjutan industri.
"Secepatnya disampaikan (ke Kominfo) harus meeting dari hasil survei ini. Kita harus duduk bareng memastikan bagaimana konsep ini dapat dijalankan apabila disetujui. Tahun ini kita coba," pungkasnya.
Dengan harapan bisa jadi perhatian pemerintah untuk menetapkan tarif internet yang ideal, tak hanya bagi konsumen tapi juga keberlanjutan industri.
“APJII sangat mendukung agar pemerintah terus mengawasi dan menjaga iklim kompetisi bisnis fixed broadband yang sehat, sehingga kami mengusulkan untuk menentukan batas atas dan batas akhir harga Internet Indonesia,” ujar Zulfadly.
Untuk diketahui, Kominfo dalam kesempatan baru-baru ini menyebut tarif internet di Indonesia paling murah di Asia Tenggara. Dari 12 negara di Asia Tenggara, tarif internet Indonesia menduduki posisi paling buncit.Nilai rata-rata tarif internet di Indonesia yakni Rp 6.028 per 1 gigabyte (GB) dan Vietnam yang menduduki posisi ke-11 nilainya Rp 7.030 per 1 GB.
Adapun tarif internet 10 negara lainnya di Asia Tenggara harganya sudah lebih dari Rp 11.000 per 1 GB. Tarif internet paling mahal yakni Brunei Darussalam yakni Rp32.014 per 1 GB. Murahnya tarif internet di Indonesia ini membuat kecepatan jaringan internet jadi lambat.
Kominfo menyebut kecepatan internet di Indonesia rangking 110 di dunia dengan kecepatan sekitar 21 Mbps, di bawah Kamboja dan Myanmar.