Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk mengurai kemacetan di jalan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan penggunaan teknologi AI sukses mengurai kemacetan.
“Implementasi AI ini membuat kemacetan di simpang jalan relatif turun,” katanya.
Salah satu lokasi yang dipasang teknologi AI ini ialah di Simpang Buaran yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
Nantinya, teknologi AI ini bisa diterapkan di wilayah-wilayah lainnya sehingga kepadatan lalu lintas di ibu kota bisa terurai.
“Di beberapa titik yang diatur lalu lintasnya, kami lakukan geometrik simpang dan rambu lalu lintas, dan yang paling baru kami implementasikan intelligent Transport System di tahun ini,” ujarnya seperti dilansir Tribun.
Syafrin menjelaskan, pengaturan dilakukan dengan memanfaatkan basis data yang dimiliki oleh Google. Lewat data tersebut, Dishub DKI bakal melakukan pengaturan lampu lalu lintas di persimpangan yang sudah menerapkan sistem AI.
“Kemudian kami diberikan digital dashboard dan dari situ kami melakukan resetting terkait traffic light di titik dimana yang sudah diprogramkan tadi,” tuturnya.
Potensi Ekonomi
Ilustrasi Pemanfaatan Teknologi Artificial Intelligence di Industri Migas
McKinsey Global Institute melaporkan teknologi AI generatif memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di masa depan.
McKinsey memprediksi teknologi AI akan memberikan kontribusi senilai USD4,4 triliun atau Rp61.600 triliun ke ekonomi global setiap tahunnya.
Laporan McKinsey adalah salah satu dari sedikit laporan yang mengukur dampak jangka panjang AI generatif terhadap perekonomian. Laporan itu muncul ketika Silicon Valley dilanda antusiasme yang tinggi terhadap perangkat AI generatif seperti ChatGPT dan Google Bard.
Sebagai contoh kasus, teknologi AI generatif seperti chatbot AI ChatGPT dapat meningkatkan produktivitas dengan menghemat 60 hingga 70 persen waktu pekerja melalui otomatisasi pekerjaan. Bahkan, setengah dari seluruh pekerjaan akan diotomatisasi antara tahun 2030 dan 2060.
McKinsey memperkirakan teknologi AI generatif akan mengotomatisasi setengah dari semua pekerjaan antara tahun 2035 dan 2075.
"AI generatif memiliki potensi untuk mengubah anatomi pekerjaan, meningkatkan kemampuan pekerja individu dengan mengotomatisasi beberapa aktivitas individu mereka," kata laporan itu seperti dilansir The New York Times.
Banyak perdebatan tentang dampak teknologi AI bagi kehidupan manusia, ada kalangan yang mengatakan AI dapat menggantikan pekerjaan manusia dan ada juga ya optmistis teknologi AI dapat meningkatkan produktivitas individu.
Goldman Sachs merilis sebuah laporan yang memperingatkan bahwa A.I. dapat menyebabkan gangguan pada pekerja dan beberapa perusahaan akan mendapatkan lebih banyak manfaat dari teknologi ini dibandingkan perusahaan lainnya.
Pada April, seorang peneliti dari Stanford dan peneliti dari Massachusetts Institute of Technology merilis sebuah studi yang menunjukkan bahwa A.I. generatif dapat meningkatkan produktivitas operator call center yang tidak berpengalaman sebesar 35 persen.
Kesimpulan apa pun tentang dampak teknologi ini mungkin masih terlalu dini. David Autor, seorang profesor ekonomi di M.I.T. memperingatkan bahwa A.I. generatif "tidak akan seajaib yang diklaim orang."
"Kita masih berada di tahap awal," tambahnya.