Nama popularitas artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang melejit akhir-akhir ini tidak terlepas dari kontribusi chatbot AI ChatGPT yang laris manis di pasar.
Dalam sekejap, ChatGPT meraup jutaan pengguna di pasar dan menjadi aplikasi AI terfavorit di masyarakat.
Sayangnya, dibalik popularitas ChatGPT yang meroket itu ada isu keamanan yang patut menjadi perhatian.
Baru-baru ini, organisasi siber asal Singapura Group-IB mengungkapkan ada sebanyak 101.134 akun ChatGPT telah dicuri hacker dan diperjualbelikan di dark web.
Data-data yang dibocorkan berasal dari data Juni 2022 dimana pada saat itu ChatGPT baru saja diluncurkan, hingga Mei 2023.
Akun pengguna yang banyak dibocorkan berasal dari beberapa negara. India berada di urutan pertama dengan akun yang paling banyak dibobol dengan 12,632 data kredensial. Di urutan kedua ada Indonesia dan disusul Perancis, Maroko, Pakistan dan Brazil.
Kebocoran data itu terjadi kurang lebih selama 1 tahun dan di bulan Mei 2023 saja, kredensial akun pengguna ChatGPT yang dicuri hacker mencapai 26 ribu lebih seperti dikutip Independent UK. Dari penemuan Group-IB, data yang dicuri ini mengandung malware pencuri atau ‘stealer’, salah satunya adalah malware Racoon yang jadi salah satu malware pencuri paling populer.
ChatGPT sendiri sudah memiliki 100 juta pengguna dari seluruh dunia dan websitenya dikunjungi 1,8 miliar visitor setiap bulannya.
Terfavorit
Ilustrasi ChatGPT.
Saat ini aplikasi chatbot artificial intelligence (AI) ChatGPT menjadi aplikasi paling populer di masyarakat untuk mengerjakan pekerjaan. Hal itu menunjukkan peralatan AI sudah menjadi bagian sehari-hari dari aktivitas masyarakat..
studi terbaru Populix ‘Unveiling the Tech Revolution: How Technology Reshapes the Future of Work’: mengungkapkan saat ini mayoritas masyarakat Indonesia saat ini menggunakan bantuan platform digital, mulai dari platform video conference hingga AI.
“Kehadiran platform kecerdasan buatan juga membantu karyawan dalam meningkatkan kreativitas,” kata Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu.
Secara personal, 77 persen pekerja di Indonesia menggunakan Zoom sebagai aplikasi pendukung produktivitas mereka.Dilanjut dengan Google Workspace sebesar 54 persen, Microsoft Teams sebesar 30 persen, dan Skype sebesar 24 persen.
Selanjutnya, platform berbasis AI juga sudah digunakan hampir setengahnya warga Indonesia, dimana 45 persen menggunakan platform digital berbasis kecerdasan buatan. Sebanyak 52 persen diantaranya sudah tidak asing lagi menggunakan ChatGPT sebagai alat pendukung produktivitas mereka saat kerja. 29 persen lainnya menggunakan Copy.ai, aplikasi tool/alat untuk membuat konten berbasis kecerdasan buatan.
Alasan para pekerja menggunakan platform AI ini antara lain karena ada tools untuk bekerja (75 persen), 53 persen pekerja juga menggunakan ini karena ada template (konten, dan lainnya) yang bisa digunakan, sementara itu 44 persen menggunakan platform AI untuk mencari ide.
Saat ini, platform AI memang menjadi tren di semua lapisan masyarakat, tak heran kalau 26 persen perusahaan, institusi, dan kampus juga mengajak siswa dan pekerja untuk menggunakan aplikasi atau platform berbasis kecerdasan buatan.