Find Us On Social Media :

Panas! AS Larang Penjualan Teknologi Kuantum dan AI ke China

By Adam Rizal, Jumat, 11 Agustus 2023 | 09:45 WIB

Ilustrasi Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan)

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melarang investasi dalam sejumlah teknologi canggih nan sensitif ke China. Teknologi itu meliputi chip canggih, teknologi kuantum, dan sistem AI.

"Kami harus mencegah China mengadopsi teknologi AS yang memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan militer mereka dan mengancam keamanan nasional Amerika," kata Biden seperti dikutip Reuters.

Kebijakan itu sendiri ditandatangani 9 Agustus dan akan berlaku mulai tahun depan. Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer mengatakan AS telah membantu perkembangan militer China selama ini untuk menjadi kuat.

"Kami telah melakukan kesalahan dan kami akan memastikan bahwa investasi tidak akan digunakan untuk mendanai upaya militer China," ujarnya.

Tentunya, kebijakan terbaru Gedung Putih itu akan memperkeruh konflik antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Surat kabar New York Times melaporkan bahwa Kedutaan Besar China di Washington telah menyuarakan kekecewaannya atas tindakan yang diambil oleh Biden. Kementerian Perdagangan China juga berharap bahwa AS akan menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan persaingan yang adil.

Kemendag China juga menyoroti bahwa AS secara tidak langsung telah mengganggu kerja sama ekonomi dan perdagangan global dengan tindakan-tindakannya. Pihak tersebut berpendapat bahwa tindakan semacam ini dapat menjadi hambatan bagi pemulihan ekonomi dunia.

China secara tegas menentang desakan AS terhadap pembatasan investasi ini, dengan menganggap bahwa tindakan ini akan merugikan kepentingan perusahaan dan investor dari kedua negara, menghambat kerja sama bisnis yang normal, dan mengurangi kepercayaan di kalangan komunitas bisnis internasional terhadap lingkungan bisnis AS.

Liu Pengyu, juru bicara dari kedutaan China, mengomentari situasi ini dengan mengatakan pembatasan investasi terbaru ini akan berdampak negatif terhadap perusahaan dan investor dari China dan AS, serta menghambat kerja sama bisnis yang seharusnya berjalan normal antara kedua negara.

"Kebijakan ini merusak kepercayaan di tingkat internasional terhadap lingkungan bisnis AS," katanya.