Find Us On Social Media :

Strategi Fortinet Tingkatkan Jumlah Ahli Keamanan Siber di Indonesia

By Adam Rizal, Jumat, 3 November 2023 | 17:00 WIB

Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim

Perusahaan global untuk teknologi keamanan siber Fortinet menegaskan bahwa untuk mempersempit kesenjangan antara kebutuhan industri akan tenaga ahli di bidang keamanan siber dengan jumlah talenta adalah melalui pendidikan. Melalui kerjasama dengan berbagai kampus di Indonesia, sumber daya manusia yang tanggap dan kompeten di bidang tersebut akan lebih cepat terealisasi. Apalagi perkembangan dunia siber sangat cepat sekali sehingga memunculkan varian-varian baru dari solusi teknologi cyber security yang berdampak pada kebutuhan pada tenaga spesialisasi.

Hal tersebut disampaikan oleh Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim dalam kegiatan bersama jurnalis baru-baru ini. Edwin mengatakan bahwa sejak awal tahun pihaknya telah memiliki program Akademi Fortinet. Program ini fokus pada kerjasama dengan lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri dengan memberikan akses gratis terhadap produk-produk Fortinet selama tiga tahun.

“Mereka bisa pakai selama tiga tahun, (harapannya) mereka bisa bangun cyberlab. Mereka juga bisa mengakses modul-modul training kami secara gratis di portal Fortinet. Tidak sampai di situ, kami juga memberikan sertifikasi gratis berstandar internasional," katanya.

Sejauh ini, tambahnya, Fortinet telah bekerjasana dengan beberapa universitas seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Diponegoro dan lainnya. Selama mereka memiliki email dengan domain ac.id, kata Edwin, mereka bisa mendapatkan akses serta ikut ujian sertifikasi. 

“Sertifikat ini merupakan sertifikat profesional yang diakui secara global. Asumsi kami jika mereka lulus, kemungkinan besar mereka lbih mudah untuk mendapatkan pekerjaan di bidang ini. Kita berharap universitas-universitas di Indonesia dapat membantu kami mencetah tenaga-tenaga ahli keamanan siber," ujarnya.

Ilustrasi Fortinet, zero trust

Baru-baru ini Fortinet merilis laporan semi-tahunan Global Threat Landscape Report yang terbaru dari FortiGuard Labs. Pada paruh pertama tahun 2023, FortiGuard Labs mengamati adanya penurunan dalam jumlah perusahaan yang mendeteksi ransomware, kegiatan signifikan di antara kelompok-kelompok ancaman persisten tingkat lanjut (advanced persistent threat/ APT), pergeseran dalam teknik MITRE ATT&CK yang digunakan oleh penyerang, dan lebih banyak lagi. Selain sorotan di bawah, pembaca dapat menemukan analisis lengkapnya dengan membaca 1H 2023 Global Threat Landscape Report.

FortiGuard Labs mendokumentasi peningkatan substansial pada pertumbuhan varian ransomware dalam beberapa tahun terakhir, yang utamanya didorong oleh adopsi Ransomware-as-a-Service (RaaS). Namun, FortiGuard Labs menemukan bahwa jumlah perusahaan yang mendeteksi ransomware dalam paruh pertama 2023 (13%) menurun dibandingkan dengan lima tahun lalu (22%). 

Selain itu, FortiGuard Labs juga menganalisis data enam tahun yang meliputi lebih dari 11.000 kerentanan terpublikasikan yang mendeteksi eksploitasi dan menemukan bahwa Kerentanan dan Paparan Umum (Common Vulnerabilities and Exposures/CVE) yang memiliki skor EPSS tinggi (tingkat keparahan 1% teratas) 327x lebih mungkin dieksploitasi dalam waktu tujuh hari dibanding kerentanan lainnya.

Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Global Threat Landscape Report, FortiGuard Labs melacak jumlah aktor pengancam di balik tren ini. Riset mengungkap bahwa 41 (30%) dari 138 kelompok ancaman siber yang dilacak MITRE berstatus aktif dalam paruh pertama 2023. Dari 41 kelompok tersebut, Turla, StrongPity, Winnti, OceanLotus, dan WildNeutron merupakan kelompok paling aktif berdasarkan deteksi malware. 

Mengingat sifat terarah serta pendeknya jangka kampanye APT dan kelompok siber negara-bangsa dibandingkan kampanye penjahat siber yang berjangka panjang dan berlarut-larut, evolusi dan volume kegiatan dalam area ini menjadi sesuatu yang dinantikan dalam laporan-laporan berikutnya.

Pada paruh pertama 2023, terdeteksi lebih dari 10.000 eksploitasi unik yang merupakan peningkatan 68% dibandingkan lima tahun lalu. Lonjakan pada deteksi eksploitasi unik menunjukkan masifnya volume serangan merusak yang harus diwaspadai oleh tim keamanan dan cara serangan berkembang biak dan berdiversifikasi dalam jangka waktu yang relatif pendek. 

Selain itu, jumlah keluarga malware yang menyebar ke setidaknya 10% perusahaan global (ambang prevalensi yang patut dicatat) telah meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.

“Pada tahun 2023, Indonesia menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh virus yang terus berevolusi, botnet, dan eksploitasi kerentanan digital. Seiring meningkatnya ancaman ini dalam hal kompleksitas dan skala, semakin penting bagi perusahaan lokal maupun individu untuk memperkuat kesiapan keamanan siber. Memprioritaskan patching kerentanan dengan cepat dan mengimplementasikan langkah proaktif sangat penting dalam melawan risiko berulang ini dan memastikan perlindungan terhadap kehadiran digital mereka,” jelas Edwin Lim.

Baca Juga: Kini Chatbot AI ChatGPT Dapat Merangkum Dokumen dan Bikin Grafik

 Baca Juga: Nih! 10 Inovasi AI yang Dipamerkan Alibaba di Ajang Apsara Conference