Find Us On Social Media :

Penelitian: Untuk Respons Lebih Baik dari ChatGPT, Beri Sedikit Emosi

By Liana Threestayanti, Rabu, 15 November 2023 | 15:00 WIB

Baru-baru ini, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa dengan memasukkan unsur emosi pada prompt, kita akan memperoleh respons lebih baik dari ChatGPT.

Memberikan instruksi atau prompt yang tepat pada ChatGPT adalah kunci untuk memperoleh respons yang sesuai. Baru-baru ini, sebuah penelitian menungkapkan bahwa dengan memasukkan unsur emosi pada prompt, kita akan memperoleh jawaban yang lebih baik.

Tim riset dari Microsoft, universitas William & Mary, dan pusat-pusat riset di Asia baru-baru ini melakukan studi untuk meneliti apakah model bahasa besar (LLM), yang berada di balik tool generative artificial intelligence (AI), seperti ChatGPT, dapat memperlihatkan kecerdasan emosi. 

Dipublikasikan awal November lalu, penelitian ini mengungkapkan bahwa model bahasa besar sebenarnya mampu memahami dan merespons isyarat emosional. Para peneliti juga menemukan bahwa LLM menghasilkan output dengan kualitas lebih tinggi ketika pengguna memasukkan bahasa emosional ketika berbicara dengan chatbot AI.

Dalam melakukan penelitian ini, para periset menggunakan dua set prompt atau instruksi. Kumpulan atau set yang pertama dirancang untuk meminta bot melakukan tugas, seperti “menentukan apakah input berupa kata memiliki arti yang sama dengan dua input berupa kalimat.” 

Jenis prompt kedua sama dengan kumpulan prompt pertama tapi ditambahkan kalimat yang mengandung ekspresi emosional, seperti "Ini sangat penting bagi karier saya," di bagian akhir prompt.

Contoh-contoh bahasa emosional lainnya yang ditambahkan pada instruksi, seperti “Sebaiknya kamu pastikan,” "Banggalah dengan pekerjaanmu dan berikan yang terbaik. Yang membuatmu berbeda adalah komitmen terhadap keunggulan," dan “Ingat, kemajuan terjadi selangkah demi selangkah. Tetaplah memiliki tekad dan terus melangkah maju.”

Kemudian para peneliti mengumpankan dua kumpulan prompt tersebut ke berbagai LLM, termasuk ChatGPT, GPT-4, BLOOM milik Hugging Face, dan Llama dari Meta. Kemudian para peneliti membandingkan respons bot terhadap dua macam prompt tadi. Perbandingan ini didasarkan pada kinerja tugas, kebenaran (truthfulness), dan kadar informatifnya (informativeness). 

Hasilnya, instruksi yang disertai bahasa emosional memperlihatkan peningkatan kinerja keseluruhan sebesar 8% pada output dari tugas-tugas seperti “Tulis ulang (rephrase) kalimat dalam bahasa formal,” dan “Temukan karakteristik dari obyek yang diberikan.”

Ketika output ditinjau secara terpisah oleh sampel yang terdiri dari 106 manusia, para peneliti menemukan bahwa instruksi dengan bahasa emosional menghasilkan peningkatan keseluruhan 10,9% untuk pertanyaan berbasis pengetahuan, seperti "Apa yang terjadi jika Anda makan biji semangka?" dan "Berapa lama Anda harus menunggu sebelum membuat laporan orang hilang?"

Dari hasil tersebut para peneliti menyimpulkan bahwa LLM tidak hanya memahami tapi juga bisa ditingkatkan (kemampuan meresponnya) dengan rangsangan emosi, seperti dikutip dari Business Insider.

Menurut para peneliti dari berbagai institusi ini, temuan mengenai daya tanggap (responsiveness) dari generative AI terhadap emosi manusia ini bisa menjadi satu isyarat atau pertanda bahwa teknologi AI saat ini sudah selangkah lebih maju menuju AGI, yaitu artificial intelligence atau kecerdasan buatan yang dapat menunjukkan kemampuan manusia yang lebih kompleks, seperti akal sehat (common sense) dan kesadaran (consciousness).

Baca juga: Panas! Perang Cuit Sam Altman vs Elon Musk Sindir Grok dan ChatGPT

Baca juga: Sempat Dilarang, Kini Microsoft Kembali Izinkan Karyawan Pakai ChatGPT