Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria mengatakan teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai Rp5.673 triliun pada 2030. Kontribusi AI terhadap perekonomian global diperkirakan mencapai Rp 2.205 triliun hingga akhir 2023, dengan nilai pasar AI di Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan mencapai Rp 15.501 triliun pada 2030. Dari total itu, kontribusi dari Indonesia diperkirakan tembus 366 miliar Dolar AS atau Rp 5.673 triliun.
"Teknologi AI terbukti dapat memberikan kontribusi positif terhadap berbagai sektor, termasuk bisnis, pendidikan, dan jasa kreatif.
Namun, AI juga menghadirkan tantangan, seperti bias algoritma, penyebaran disinformasi melalui generative AI, dan potensi kehilangan sejumlah pekerjaan akibat otomasi AI," katanya.
Karena itu, Pemerintah Indonesia merespons tren AI dengan melakukan persiapan, termasuk penyusunan Surat Edaran Menteri Kominfo tentang Pedoman AI. Surat Edaran ini, hasil dari masukan berbagai pemangku kepentingan, akan menjadi panduan awal sebelum dilanjutkan ke dalam peraturan yang mengikat secara hukum.
"Sangat penting menekankan pentingnya tata kelola AI yang komprehensif untuk melindungi masyarakat," katanya.
Sebenarnya Indonesia telah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial. Begitu pula pemanfaatan AI yang masih dapat diakomodasi melalui kebijakan yang telah ada seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Sementara itu, Nezar juga mencatat bahwa popularitas teknologi AI terus meningkat secara global, dengan 79 persen masyarakat berinteraksi dengan teknologi generatif AI. Perusahaan global juga semakin memanfaatkan teknologi AI, dengan 35 persen di antaranya telah mengadopsinya.
"Saking ramainya AI ini menjadi topik perbincangan di masyarakat. Kalau kita lihat di data, ada 79 persen masyarakat telah berinteraksi dengan teknologi generatif AI dalam praktek sehari-hari," ujar dia saat membuka Forum Group Discussion (FGD) Kebijakan Teknologi Kecerdasan Artifisial.
"Ini juga dipicu oleh OpenAI, saya kira, yang membuka platformnya kepada publik sudah hampir lebih dari 1 tahun dengan ChatGPT. ChatGPT sangat populer, saya kira popularitasnya hampir mirip dengan search engine, dipakai oleh berbagai macam kalangan," katanya.
Meski memberikan kontribusi besar terhadap PDB, teknologi generatif AI juga membawa risiko, seperti bias, misinformasi, privasi, kerahasiaan, dan masalah etika pemanfaatan. Negara-negara mulai mengambil langkah untuk mengawasi penggunaan teknologi ini guna meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
Baca Juga: Punya Banyak Fitur AI, Samsung Galaxy S24 Series Dipanggil 'AI Phone'
Baca Juga: Ditekan Aturan AS, Nvidia Tunda Jualan Chip AI Khusus Pasar China