Find Us On Social Media :

Pemenang Nobel Soroti Ancaman AI Pada Mahasiswa di Bidang STEM

By Liana Threestayanti, Rabu, 3 Januari 2024 | 16:53 WIB

Seorang pemenang Nobel di bidang ekonomi menyoroti ancaman terhadap mereka mengambil studi di bidang STEM.

Kekhawatiran bahwa artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan membuat kehilangan pekerjaan masih terus disuarakan. Kali ini seorang pemenang Nobel di bidang ekonomi menyoroti ancaman terhadap mereka mengambil studi di bidang STEM.

Popularitas artificial intelligence (AI) dan pemanfaatannya yang kian luas menjadi salah satu faktor yang mendorong generasi muda untuk memilih studi di bidang STEM (science, technology, engineering & mathematics). Ditambah lagi impian untuk bisa bekerja di perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi yang menawarkan atmosfer kerja modern. 

Namun seorang profesor di bidang Ekonomi dari London School of Economics, Christopher Pissarides mengatakan bahwa para pekerja di beberapa jenis pekerjaan TI tertentu ibarat menanam "benih-benih” kehancuran dirinya sendiri dengan memajukan AI. Menurutnya, AI pada akhirnya akan mengambil alih pekerjaan para pekerja tersebut di masa depan.

Profesor Pissarides menegaskan bahwa dirinya termasuk pihak yang optimis terhadap dampak keseluruhan AI pada pasar kerja. Namun ia menyuarakan kekhawatiran terhadap mereka yang sengaja mengambil mata kuliah STEM dengan harapan dapat mengikuti kemajuan teknologi. 

Ia memperkirakan, kendati permintaan terhadap keterampilan STEM meningkat pesat, pekerjaan yang memerlukan keterampilan tradisional untuk berinteraksi tatap muka, seperti di bidang hospitality dan kesehatan, masih akan mendominasi pasar kerja.

"Keterampilan yang saat ini diperlukan untuk mengumpulkan data, menyusunnya, mengembangkannya, dan menggunakannya untuk mengembangkan AI fase selanjutnya atau, lebih tepatnya, membuat kecerdasan buatan lebih relevan dan dapat diterapkan pada berbagai jenis pekerjaan, justru akan membuat keterampilan itu sendiri menjadi usang karena AI lah yang akan melaksanakan tugas tersebut," jelas Profesor Pissarides dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Time.com.

Popularitas STEM melonjak dalam beberapa tahun terakhir karena para siswa berharap lebih mudah memperoleh pekerjaan dengan bekal ijasah STEM. Dikutip dari Code Wizard HQ, pekerjaan di bidang STEM diproyeksikan tumbuh sebesar 10,8% antara tahun 2022 dan 2032, atau empat kali lebih cepat dari pekerjaan non-STEM.

Namun, dalam jangka panjang, menurut Profesor Christopher Pissarides, kebutuhan akan keterampilan-keterampilan manajerial, kreatif, dan empatik, termasuk komunikasi, layanan pelanggan, dan perawatan kesehatan, kemungkinan besar akan tetap tinggi karena jenis-jenis keterampilan ini belum bisa tergantikan oleh teknologi, khususnya AI.

"Ketika Anda mengatakan bahwa mayoritas pekerjaan adalah pekerjaan yang melibatkan perawatan pribadi, komunikasi, hubungan sosial yang baik, orang mungkin mengatakan, 'Ya, Tuhan, apakah (pekerjaan) itu yang harus kita antisipasi di masa depan?'," kata Profesor Pissarides. Menurutnya, kita tidak seharusnya meremehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut.

Lahir di Siprus, Profesor Pissarides, bersama Peter Diamond dan Dale Mortensen, menerima Penghargaan Nobel bidang Ekonomi pada tahun 2010 atas karyanya mengenai ekonomi pasar tenaga kerja, khususnya tentang friksi atau gesekan yang mengakibatkan ketidaksesuaian antara lowongan pekerjaan dan cara mengurangi pengangguran, termasuk mempelajari bagaimana regulasi dan kebijakan memengaruhi upah dan perekrutan tenaga kerja. 

Baca juga: Persiapan Lamar Kerjaan di 2024, Inilah 12 Profesi AI Bergaji Tinggi

Baca juga: Tingkatkan Keuntungan, Google Gantikan Karyawan Penjualan dengan AI