Find Us On Social Media :

Antisipasi Ancaman, Australia Bakal Bentuk Otoritas Jasa Pengawas AI

By Adam Rizal, Jumat, 19 Januari 2024 | 10:00 WIB

Ilustrasi artificial intelligence (AI)

Pemerintah Australia akan membentuk badan otoritas yang bertugas untuk menasihati dan mengawasi pengembangan teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan mengingat teknologi AI menyisakan banyak tantangan dan resiko.

Australia juga akan berkolaborasi dengan badan-badan industri untuk memperkenalkan pedoman, termasuk mendorong perusahaan teknologi untuk memberi label dan watermark pada konten AI.

Menteri Sains dan Industri Australia, Ed Husic, mengakui teknologi AI dapat mengembangkan ekonomi dalam bisnis tetapi pemerintah harus memberikan pengawasan yang ketat. Australia sendiri membentuk Komisioner eSafety pertama di dunia pada 2015, tetapi tertinggal dari beberapa negara lain dalam hal regulasi AI.

"Kami memang terlambat mengantisipasi dan membuat regulasi AI dibandingkan beberapa negara lain," ujarnya seperti dikutip Reuters.

Pedoman awal AI ini bersifat sukarela, berbeda dengan Uni Eropa yang menerapkan peraturan AI wajib untuk perusahaan teknologi. Pemerintah Australia telah membuka konsultasi mengenai AI tahun lalu dan menerima lebih dari 500 tanggapan. 

Australia ingin membedakan penggunaan AI "berisiko rendah" seperti memfilter email spam dan kasus "berisiko tinggi" seperti pembuatan konten manipulasi atau "deep fakes". 

Regulasi AI

Akhirnya parlemen Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa (UE) menyetujui Undang-undang komprehensif pertama di dunia yang mengatur kecerdasan buatan setelah 37 jam negosiasi maraton. Komisaris Eropa, Thierry Breton, menyebut perjanjian ini "bersejarah" dan mencakup pengaturan terhadap media sosial dan mesin pencari besar seperti X, TikTok, dan Google. Meskipun rincian undang-undang masih terbatas, diharapkan mulai berlaku pada 2025. 

Perjanjian melibatkan perjuangan, terutama terkait pengawasan berbasis AI, dengan pengecualian terbatas untuk situasi tertentu, seperti ancaman teroris. Undang-undang ini didasarkan pada sistem berjenjang berbasis risiko, memprioritaskan mesin dengan risiko tertinggi terhadap kesehatan, keselamatan, dan hak asasi manusia. GPT-4 adalah satu-satunya model yang masuk dalam definisi risiko tertinggi, menempatkan UE di garis depan pengaturan AI global.

Perjanjian tersebut menempatkan UE di depan AS, China, dan Inggris dalam perlombaan untuk mengatur kecerdasan buatan dan melindungi masyarakat dari risiko 

Kesepakatan politik antara Parlemen Eropa dan negara-negara anggota UE mengenai undang-undang baru yang mengatur AI itu merupakan perjuangan yang sulit. Parlemen Eropa melarang penggunaan AI untuk pengawasan real-time dan teknologi biometrik, termasuk pengenalan emosi, tetapi dengan tiga pengecualian. Hal ini berarti polisi hanya dapat menggunakan teknologi invasif jika terjadi ancaman serangan teroris yang tidak terduga, kebutuhan untuk mencari korban, dan dalam penuntutan kejahatan berat.

Dalam teks aslinya diperkirakan hal ini akan mencakup semua sistem dengan lebih dari 10.000 pengguna bisnis. Kategori risiko tertinggi kini ditentukan oleh jumlah transaksi komputer yang diperlukan untuk melatih mesin, yang dikenal sebagai "operasi floating point per detik" (Flops).

Baca Juga: Bukan Inflasi, AI dan Perubahan Iklim Jadi Ancaman Nyata Dunia Bisnis

 Baca Juga: Ini Keunggulan Snapdragon 8 Gen 3 for Galaxy Milik Galaxy S24 Series