Find Us On Social Media :

Harga Berlangganan Internet Starlink di Indonesia Lebih Murah dari AS

By Adam Rizal, Minggu, 2 Juni 2024 | 13:00 WIB

Ilustrasi Starlink.

Layanan internet satelit Starlink milik SpaceX resmi hadir di Indonesia dengan menawarkan jaringan Internet berkecepatan tinggi melalui sambungan satelit. Tentunya, harga layanan dan perangkat keras Starlink yang lebih murah bisa mengancam bisnis operator telekomunikasi lokal.

Lantas bagaimana perbandingan harga layanan internet Starlink di Indonesia dengan di Amerika Serikat (AS)?. Hasilnya, harga Berlangganan Internet Starlink di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan di AS.

Sebagai perbandingan, harga langganan termurah untuk paket Residensial di Indonesia dibanderol Rp 750.000 per bulan, di luar biaya perangkat penunjang. Harga perangkat penunjangnya adalah Rp 7,8 juta, tetapi saat ini hingga 10 Juni 2024, didiskon 40 persen menjadi Rp 4,68 juta. 

Harga ini lebih murah dibandingkan dengan harga di AS. Di AS, paket Residensial yang sama dibanderol 120 dolar AS (sekitar Rp 1,9 juta) per bulan, dengan harga perangkat penunjang 599 dolar AS (sekitar Rp 9,7 juta). Selain itu, Starlink juga menawarkan paket Bisnis di Indonesia dengan harga langganan mulai Rp 1,1 juta per bulan. Harga perangkat penunjangnya sama seperti paket Residensial, yakni Rp 7,8 juta.

Sebagai perbandingan, paket Bisnis Starlink di AS dihargai mulai dari 140 dolar AS (sekitar Rp 2,2 juta) per bulan, dengan harga perangkat penunjang mencapai 2.500 dolar AS (sekitar Rp 40 juta).

Starlink beroperasi pada ketinggian yang jauh lebih rendah dibandingkan satelit konvensional. Sebagai perbandingan, umumnya satelit internet berada di orbit geostasioner dengan ketinggian sekitar 35.400 kilometer (km). Sedangkan satelit Starlink berada hanya pada ketinggian 550 km.

Ketinggian posisi satelit Starlink yang lebih rendah itu berdampak pada latensi yang lebih rendah dibandingkan satelit biasa sehingga mampu mengirimkan data Internet dengan cepat. Latensi adalah waktu yang diperlukan untuk data dikirim dan diterima kembali oleh pengguna.

Internet satelit konvensional memiliki latensi sekitar 600-1.000 milisekon, sedangkan Starlink hanya sekitar 20 milisekon. Latensi yang rendah ini membuat penggunaan internet lebih cepat. Keuntungan ketinggian satelit yang rendah lainnya adalah jangkauan orbit setiap satelit Starlink relatif kecil. 

Karena itu, sistem Starlink memerlukan ribuan satelit yang bekerja sama mengorbit Bumi untuk beroperasi dengan baik. Sejauh ini, SpaceX telah meluncurkan sekitar 6.000 satelit Starlink, dengan sekitar 5.000 di antaranya aktif, menurut Fajrul Fx.

Setiap satelit Starlink memiliki tiga laser optik ruang angkasa yang mampu membawa informasi hingga 200 Gbps. Laser itu memungkinkan satelit berkomunikasi satu sama lain, yang berkontribusi pada kecepatan internet Starlink yang mencapai ratusan Mbps saat digunakan di bumi.

SpaceX mengungkapkan jumlah pengguna layanan internet berbasis satelit Starlink mencapai tiga juta di seluruh dunia sejak peluncurannya pada 2015. Pengguna Starlink tersebar di hampir 100 negara, mencakup tujuh benua dan samudera termasuk Indonesia.

"Jumlah pengguna Starlink di seluruh dunia melebihi tiga juta dan terus bertambah," demikian pernyataan dari Starlink.

Baca Juga: Google dkk Bentuk Kelompok UALink Percepatan Chip Akselerator AI