Teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan generatif seperti ChatGPT, GPT-4, dan alat serupa lainnya semakin sering dimanfaatkan oleh siswa dan mahasiswa untuk menyontek dan melakukan plagiarisme. Fenomena ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pendidik dan institusi pendidikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Meskipun teknologi AI memiliki potensi besar untuk membantu proses pembelajaran, penting bagi siswa dan mahasiswa untuk memahami batasan etis dalam penggunaannya.
Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh sebuah lembaga penelitian pendidikan, sekitar 30 persen siswa dan mahasiswa mengaku pernah menggunakan teknologi AI generatif untuk menyelesaikan tugas atau ujian mereka. Teknologi AI generatif memungkinkan pengguna untuk menghasilkan teks yang sangat mirip dengan tulisan manusia, membuatnya sulit dideteksi sebagai hasil dari mesin.
Platform Kursus Online Coursera memiliki teknologi AI yang mampu mendeteksi dan mencegah mahasiswa yang menyontek dan mencegah aksi plagiarisme. Jeff Maggioncalda (CEO Coursera) mengakui teknologi AI generatif dapat menjadi peluang sekaligus ancaman. Ancaman dalam artian bahwa AI dapat membuat konten yang tidak akurat dan memungkinkan siswa untuk menyontek. Karena itu, Coursera memiliki fitur-fitur yang dapat mencegah siswa menyontek dan melakukan plagiarisme.
"Kami memiliki fitur yang dapat mencegah kecurangan ini. Salah satunya adalah fitur ini dapat mengunci item secara bertingkat seperti Anda tidak dapat mengikuti tes sampai Anda menonton semua video, jadi Anda tidak dapat mengambil jalan pintas. Ada lagi cara lain yaitu verifikasi ID. Pastikan bahwa orang yang mengikuti tes benar-benar orang yang seharusnya mengikuti tes." katanya dalam wawancara eksklusif bersama InfoKomputer.
Coursera juga memiliki fitur proctoring yang mampu menyalakan webcam dan meminta AI untuk menilai apakah seseorang telah meninggalkan layar, mengidentifikasi ada dua orang di dalam satu layar yang sedang bekerja sama, mengetahui apakah siswa sedang berbicara dengan seseorang atau sedang melihat ponsel. Hebatnya, fitur Coursera ini mampu mendeteksi plagiarisme dengan cara menganalisa kiriman seseorang tidak sama dengan kiriman orang lain. Fitur itu mampu memeriksa apakah ada orang lain yang pernah membuat kiriman tersebut
"Fitur ini mampu memantau gerak gerik yang mencurigakan siswa hanya lewat webcam. Kami memiliki AI untuk menghasilkan penilaian," katanya.
Tak hanya itu, Coursera juga memiliki Course Builder yang memungkinkan para profesor membuat kursus dengan menyertakan ujian. Course Builder mampu mengetahui keseluruhan kursus, mengetahui setiap kata dalam kursus, mengetahui tujuan pembelajaran, mengetahui semua yang ada di dalamnya dan membuat pertanyaan khusus yang unik. "Jadi, Anda tidak bisa memberikan pertanyaan Anda kepada teman Anda, dan mereka tidak akan mendapatkan pertanyaan yang sama," ujarnya.
Jeff mengatakan Coursera berkomitmen menciptakan ruang belajar dan ujian yang jujur dan menjunjung sportivitas. Coursera memiliki kemampuan untuk membatasi waktu siswa sehingga siswa tidak dapat mengambil terlalu banyak waktu untuk mengerjakan tes. Coursera selalu menghadirkan serangkaian fitur yang lengkap, termasuk ujian yang memeriksa proses berpikir seseorang sehingga mempersulit para siswa dan mempermudah para profesor dalam membuat ujian, menilai ujian, dan memastikan bahwa kiriman tersebut benar-benar dibuat oleh para siswa.
"Kami juga memiliki fitur yang memungkinkan Anda tidak memiliki jendela peramban tambahan di mana Anda mencari informasi di internet atau dengan ChatGPT," katanya.