Startup pelayaran otonom Orca AI mengungkapkan industri pengiriman global mampu mengurangi emisi karbon hingga 47 juta ton per tahun dengan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk navigasi laut.
"Penggunaan AI akan memberikan peringatan secara real-time kepada awak kapal sehingga dapat mengurangi penyimpangan rute akibat pertemuan jarak dekat dengan kapal lain, pelampung, dan mamalia laut," tulis Orca AI dalam studinya seperti dikutip Channel News Asia.
Sektor perkapalan menyumbangkan hampir 3 persen dari total emisi karbon dioksida dunia. Tentunya, angka itu akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Organisasi Maritim Internasional (IMO) sendiri telah menargetkan pengurangan emisi sebesar 20 persen pada tahun 2030.
"AI dapat mengurangi beban tugas para awak kapal di anjungan, menangani tugas-tugas navigasi yang kompleks, mengoptimalkan perjalanan, dan mengurangi bahan bakar serta emisi," kata CEO Orca AI Yarden Gross.
Emisi karbon dioksida dari pengiriman global diperkirakan mencapai 858 juta ton pada 2022, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Penelitian Orca AI menunjukkan rata-rata 2.976 insiden kelautan dilaporkan setiap tahunnya. Pengurangan penyimpangan rute bisa membantu kapal menghemat 38,2 juta mil laut per tahun, dengan penghematan biaya bahan bakar rata-rata hingga USD 100.000 per kapal.
"AI juga bisa mengurangi pertemuan jarak dekat di perairan terbuka sebesar 33 persen," ujarnya.
Cegah Polusi
Polusi Udara Jakarta
Google memiliki segudang teknologi berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang mampu mengatasi masalah masyarakat perkotaan. Baru-baru ini Google Project Green Light yang berbasis AI mampu mengatasi permasalahan lalu lintas.
Dalam kurun waktu dua tahun, Google Project Green Light menarik perhatian dan menciptakan terobosan dalam bidang perencanaan kota berkelanjutan. Dalam acara Sustainability 2023, Google Project Green Light mampu mengubah sinyal lalu lintas konvensional menjadi solusi untuk mengurangi polusi udara.
Cara kerjanya, Google Project Green Light menggunakan machine learning untuk menganalisis data dari Google Maps, seperti tingkat kemacetan lalu lintas dan waktu tunggu di persimpangan lampu lalu lintas.
Kemudian Google menggunakan data itu untuk melatih sistem artificial intelligence (AI) supaya dapat mengatur waktu lampu lalu lintas lebih efisien, mengurangi waktu tunggu dan pergerakan kendaraan yang sering berhenti-start di kota. Solusi Google ini tidak hanya mengembangkan teknologi semata, tetapi juga membantu mitra-mitra Google mengurangi emisi karbon hingga satu gigaton pada akhir dekade ini.
Awalnya, Google melakukan uji coba Google Project Green Light di empat persimpangan di Israel. Proyek Google itu mampu mengurangi penggunaan bahan bakar dan penundaan di persimpangan hingga 20 persen, mendorong perluasan program ini ke 12 kota di seluruh dunia.
Program itu kini telah meliputi kota-kota seperti Rio de Janeiro, Manchester, dan Jakarta, dengan rencana Google untuk memperluas jangkauannya lagi pada tahun 2024. Yael Maguire, Wakil Presiden Geo Sustainability di Google mengatakan sistem Google itu masih memiliki ruang untuk ditingkatkan secara luas dan efisiensi biaya.
"Solusi ini memiliki potensi mengurangi kemacetan lalu lintas hingga 30," katanya seperti dilansir Gizmochina.
Selain itu, para insinyur kota dapat melihat dampak positif dari sistem ini dalam waktu beberapa minggu setelah penerapannya. Contohnya, di Manchester, proyek ini berhasil meningkatkan tingkat emisi dan kualitas udara sebesar 18 persen.Tidak hanya itu, Google Maps juga berperan penting dalam pengurangan emisi karbon. Dengan mengoptimalkan rute perjalanan, layanan ini telah berhasil mengurangi sekitar 2,4 juta metrik ton emisi karbon, setara dengan menggantikan setengah juta mobil bensin selama satu tahun penuh.
Baca Juga: Studi HP: AI Bantu Bisnis Capai Tujuan Keberlanjutan & Dampak Sosial