Find Us On Social Media :

Bos OpenAI Buat Thrive AI, Fokus Hadirkan Produk Kesehatan Berbasis AI

By Adam Rizal, Senin, 15 Juli 2024 | 10:30 WIB

Sam Altman, president and co-founder of Y Combinator, stands for a photograph after a Bloomberg West Television interview in San Francisco, California, U.S., on Tuesday, Feb. 25, 2014. Y Combinator provides investment services, financial assistance, analysis, and advice to startup companies. Photogr

CEO OpenAI Sam Altman mendirikan perusahaan baru Thrive AI Health yang fokus membuat produk-produk kesehatan dengan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Nantinya, Thrive AI mengembangkan "pelatih kesehatan" yang dipersonalisasi berdasarkan kebutuhan spesifik pengguna.

Solusi Thrive AI akan menganalisis berbagai aspek kehidupan pengguna, seperti tidur, pola makan, kebugaran, stres, dan interaksi sosial, untuk memberikan rekomendasi berbasis data. DeCarlos Love, mantan pemimpin di Fitbit, kini memimpin perusahaan ini.

Thrive AI melatih pelatih AI-nya menggunakan penelitian ilmiah, data medis, dan bekerja sama dengan institusi seperti Stanford University School of Medicine seperti dikutip Gizmochina. Tak hanya itu, Thrive AI juga akan menciptakan platform data kesehatan komprehensif yang dapat diakses melalui aplikasi ponsel pintar atau asisten virtual, yang terintegrasi dengan produk Thrive lainnya.

Visi Thrive AI adalah menyediakan pelatihan kesehatan yang dipersonalisasi dan dapat diakses oleh semua orang, serta mengatasi kesenjangan kesehatan. Keamanan dan privasi pengguna menjadi prioritas, dengan Dr. Gbenga Ogedegbe, pakar kesetaraan kesehatan, sebagai penasihat. Thrive AI berkomitmen untuk memberikan rekomendasi berdasarkan penelitian yang ditinjau oleh rekan sejawat dan memastikan pengguna memiliki kontrol penuh atas informasi pribadi mereka.

Didahului Google 

Google DeepMind bagian dari Alphabet Inc., telah mencapai kemajuan penting dalam dunia kedokteran dengan menerapkan teknik dari artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan generatif yang biasanya digunakan dalam pembuatan gambar untuk keperluan medis. Inovasi itu memiliki potensi besar membuka pintu penelitian dan pengobatan penyakit baru yang lebih efektif.

Google DeepMind dan Isomorphic Labs mengembangkan AlphaFold 3 versi terbaru dari perangkat lunak AlphaFold mampu memprediksi lipatan protein dengan tingkat akurasi yang mengesankan. Dengan katalog yang mencakup lebih dari 200 juta protein yang diketahui, jutaan peneliti telah menggunakan teknologi ini untuk membuat penemuan di berbagai bidang, termasuk pengembangan vaksin malaria, terapi kanker, dan desain enzim.

Struktur dan bentuk protein memegang peranan penting dalam menentukan interaksi dengan tubuh manusia. Hal itu memungkinkan para ilmuwan untuk mengembangkan obat-obatan baru atau meningkatkan yang sudah ada. Tak hanya itu, AlphaFold 3 juga dapat memodelkan molekul penting lainnya, seperti DNA, dan menggambarkan interaksi antara obat dan penyakit, membuka peluang baru bagi para peneliti.

Salah satu kemajuan AlphaFold 3 adalah penerapan model difusi ke dalam prediksi molekulnya. Model difusi merupakan komponen kunci dari teknologi AI generatif seperti Midjourney, Google Gemini, dan DALL-E 3 dari OpenAI. Dengan menerapkan algoritma ini ke dalam AlphaFold, program tersebut dapat "menyempurnakan" struktur molekul yang sebelumnya kabur atau tidak jelas, dengan menganalisis pola dari data pelatihannya.

Tim peneliti Google DeepMind menyatakan dalam sebuah posting blog bahwa AlphaFold 3 membawa kita jauh melampaui studi protein ke berbagai jenis biomolekul, yang dapat membuka pintu bagi penemuan ilmiah yang lebih luas, seperti pengembangan material biorenewable dan tanaman yang lebih tahan terhadap lingkungan, serta mempercepat desain obat dan penelitian genomika.

Sebelum adanya teknologi AI, para ilmuwan bergantung pada metode yang rumit seperti mikroskop elektron dan kristalografi sinar-X untuk mempelajari struktur protein. Machine learning mempermudah proses ini dengan menggunakan pola yang teridentifikasi dari data pelatihan untuk memprediksi bentuk protein.

Terobosan ini menandai langkah penting dalam penggunaan AI dalam kedokteran, yang memiliki potensi besar untuk membantu diagnosis penyakit, serta membuka pintu untuk penelitian dan pengobatan yang lebih inovatif di masa depan.

Baca Juga: Inovasi AI Sukses Dorong Apple Jadi Perusahaan Bernilai di Dunia