Find Us On Social Media :

Red Hat Beberkan Potensi Besar AI di Asia Tenggara & Tantangannya

By Liana Threestayanti, Kamis, 5 September 2024 | 20:49 WIB

Potensi artificial intelligence (AI), termasuk AI generatif, di Asia Tenggara sangat besar. Apa saja peluang dan tantangannya? (Foto: Prem Pavan, VP & GM Southeast Asia & Korea, Red Hat)

Potensi artificial intelligence (AI), termasuk AI generatif, di Asia Tenggara sangat besar. Apa saja peluang dan tantangannya? 

Kearney memperkirakan, di Asia Tenggara, AI berpotensi memberikan manfaat ekonomi hingga US$1 miliar di tahun 2030. Angka ini tentu sangat “menggoda” bagi negara-negara di kawasan ini, terutama bagi mereka yang ingin berada di garis depan kompetisi ekonomi digital berbasis AI. 

Data lain yang disampaikan Kearney adalah sebanyak 80% pelaku bisnis di Asia Tenggara yang disurvei masih berada di tahap awal adopsi AI. “Dalam konteks kawasan (Asia Tenggara), negara yang lebih di depan dalam hal AI mungkin Singapura,” ujar Prem Pavan, VP & GM Southeast Asia & Korea, Red Hat.

Secara umum, menurutnya, kebanyakan masih dalam tahap mengeksplorasi apa yang bisa mereka lakukan dengan AI. “Beberapa perusahaan mungkin baru menggunakan AI dalam skala kecil di dalam bisnis mereka untuk otomatisasi atau inisiatif tertentu,” jelas Prem Pavan dalam sesi wawancara khusus dengan InfoKomputer.

Di tahap ini, perusahaan masih mencari use case AI yang tepat untuk mereka implementasikan. “Beberapa pelanggan lain sedang melakukan piloting, terutama untuk memastikan teknologi tersebut berfungsi dengan baik, sebelum menggunakannya untuk skenario yang lebih kritis,” Prem menjelaskan. 

Mengenai sektor yang sudah mengadopsi AI secara lebih ekstensif, Prem Pavan menyebutkan dua sektor, yaitu layanan keuangan, seperti perbankan, dan telekomunikasi. Dan di industri yang bersifat customer-facing, implementasi AI yang umum dilakukan adalah berupa bot.

Namun perusahaan tidak memanfaatkan AI hanya untuk urusan dengan pelanggan. Ada pula klien Red Hat yang memanfaatkannya untuk operasional internal. “Misalnya untuk tugas-tugas yang bersifat repetitif. Mereka membuat bot untuk mengotomatisasi tugas-tugas tersebut, sehingga para karyawan dapat mengerjakan hal-hal yang lebih bernilai tambah. Itu salah satu contoh skenario (pemanfaatan AI),” jelasnya. 

Menurut Prem, bot AI bisa menjadi titik awal dan cukup umum bagi orang untuk memiliki bot. “Namun, untuk benar-benar membawa AI ke tingkat selanjutnya, misalnya untuk pengambilan keputusan, AI prediktif, AI generatif, saya rasa masih banyak organisasi baru melihat ke arah sana,” jelas Prem.

Sebagai panduan, Prem Pavan memaparkan beberapa aspek penting yang dipertimbangkan pelanggan dalam adopsi kecerdasan buatan (AI), seperti mengidentifikasi use case yang tepat; biaya dan ketersediaan, baik teknologi/infrastruktur maupun sumber daya manusia; etika penerapan AI; dan dampaknya terhadap lingkungan, terutama terkait konsumsi energi. 

Namun, adopsi AI di kawasan ini bukannya tanpa tantangan. Salah satu hambatan yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana perusahaan menyeimbangkan kecepatan inovasi dengan stabilitas sistem yang sudah ada, terutama di industri yang sangat diatur seperti perbankan. 

"Salah satu tantangan utama adalah menyeimbangkan kecepatan inovasi dengan kebutuhan stabilitas sistem. Kami melihat banyak perusahaan yang ingin menerapkan AI tetapi berhati-hati terhadap bagaimana teknologi ini terintegrasi dengan infrastruktur mereka yang sudah ada serta kepatuhan terhadap peraturan," ujar Prem.

Meski begitu, peluang untuk adopsi AI tetap besar, terutama dengan meningkatnya kebutuhan akan efisiensi, kecepatan, dan wawasan yang lebih mendalam dari data. Red Hat berkomitmen untuk membantu perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara mengatasi tantangan ini dan memanfaatkan potensi AI secara maksimal.

Baca juga: Sabet Penghargaan, Begini Cara BNI & Gudang Garam Manfaatkan Solusi Red Hat