Find Us On Social Media :

Daftar Negara yang Memiliki Sistem Keamanan Siber Terbaik di Dunia

By Adam Rizal, Senin, 30 September 2024 | 13:30 WIB

Ilustrasi Cyber Security.

Keamanan siber telah menjadi perhatian utama di negara-negara maju, karena serangan siber yang semakin canggih terus meningkat. Ancaman ini terutama dipicu oleh perangkat yang saling terhubung dan teknologi Internet of Things (IoT), yang memperluas risiko serangan ke berbagai sektor. 

Negara-negara di dunia dituntut untuk memperkuat pertahanan siber guna mencegah kerugian finansial, kerusakan reputasi, gangguan layanan, dan ancaman terhadap keamanan nasional. Beberapa negara maju sudah memiliki sistem keamanan siber yang sangat progresif. Berikut adalah daftar 10 negara dengan keamanan siber terbaik, berdasarkan laporan MixMode Threat Research 2024.

Di posisi pertama adalah Finlandia dengan skor tertinggi dalam semua indikator utama keamanan siber, diikuti oleh Norwegia dan Denmark, yang juga menunjukkan ketahanan siber yang kuat. Australia, Inggris, Swedia, Austria, Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada melengkapi daftar 10 besar negara dengan sistem pertahanan siber yang paling tangguh. Skor ini diukur menggunakan beberapa indeks seperti Indeks Keamanan Siber Nasional, Indeks Paparan Keamanan Siber, dan Indeks Ketahanan Siber.

Di sisi lain, negara-negara seperti Bolivia, Honduras, dan Venezuela menempati posisi terbawah dalam peringkat keamanan siber, dengan infrastruktur yang kurang memadai dan rentan terhadap serangan. Negara-negara ini memerlukan upaya besar untuk memperbaiki keamanan siber mereka agar lebih tangguh dalam menghadapi ancaman yang terus berkembang.

Bagaimana dengan Indonesia? 

Berdasarkan National Cyber Security Index (NCSI) pada 2023, Indonesia berada di peringkat 49 dari 176 negara, sedikit di bawah rata-rata global. Namun, di kawasan ASEAN, Indonesia termasuk dalam lima besar dengan skor 63,64, setelah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Indeks ini menilai kesiapan suatu negara dalam menghadapi ancaman siber, mencakup aspek hukum, kebijakan, dan kesadaran publik.

Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Seiring dengan upaya Indonesia untuk terus merangkul transformasi digital, bisnis di negara ini menghadapi tantangan keamanan siber yang signifikan. Arun Kumar (Direktur Regional di ManageEngine) baru-baru ini berbagi wawasannya tentang kompleksitas adopsi digital dan lanskap keamanan siber di Indonesia. Arun menyoroti bahwa adopsi digital di Indonesia sangat luar biasa, dengan 70 persen populasi terhubung ke internet dan tingkat penetrasi ponsel yang tinggi. 

"Pascapandemi, bisnis di Indonesia harus beralih dengan cepat ke platform digital dan solusi berbasis cloud agar tetap kompetitif. Bertentangan dengan kepercayaan umum," katanya dalam wawancara eksklusif bersama InfoKomputer di Jakarta.

Arun menunjukkan bahwa biaya adopsi digital bukanlah tantangan utama; sebaliknya, rintangan sebenarnya terletak pada kelangkaan sumber daya yang terampil, khususnya dalam keamanan siber. Permintaan untuk profesional keamanan siber telah meroket karena meningkatnya frekuensi dan kecanggihan serangan siber.

"Proses transformasi digital, meskipun penting untuk kelangsungan hidup bisnis, telah melampaui ketersediaan profesional keamanan siber yang terampil, sehingga menciptakan kesenjangan signifikan yang perlu ditangani," ujarnya.

Arun menyampaikan statistik yang mengkhawatirkan, dengan mencatat bahwa serangan siber terjadi setiap 11 detik secara rata-rata di seluruh dunia, dengan prediksi yang menunjukkan bahwa pada tahun 2030, frekuensi ini akan meningkat menjadi satu serangan setiap dua detik. Ransomware, khususnya, menimbulkan ancaman serius, dengan proyeksi kerugian global akibat serangan ransomware diperkirakan mencapai $40 miliar pada tahun 2024, dua kali lipat dari tahun 2021.

“Kompleksitas infrastruktur TI, terutama dengan munculnya lingkungan kerja hibrida dan strategi multi-cloud, telah membuat organisasi lebih rentan. Kesalahan manusia, konsekuensi umum dari kompleksitas ini, sering kali menyebabkan pelanggaran keamanan," terang Arun.

Selain itu menurutnya ransomware telah berkembang, menjadi lebih mudah diakses melalui model ransomware-as-a-service (RaaS), yang memungkinkan bahkan individu non-teknis untuk melancarkan serangan. Mengatasi Kesenjangan Keterampilan dan Membangun Ketahanan Siber

Untuk mengatasi tantangan ini, Arun menganjurkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, lembaga pendidikan, dan vendor teknologi. Ia menyarankan untuk mengintegrasikan pelatihan keamanan siber ke dalam kurikulum perguruan tinggi guna memastikan bahwa mahasiswa lulus dengan keterampilan yang diperlukan, sehingga mereka siap memasuki dunia kerja. 

"Strategi ini akan membantu menutup kesenjangan keterampilan dan mempersiapkan generasi profesional berikutnya untuk mengatasi ancaman keamanan siber yang terus berkembang," ujarnya.

Arun juga menekankan pentingnya mengadopsi pola pikir ketahanan siber. Ia menjelaskan bahwa bisnis tidak boleh hanya berfokus pada pencegahan serangan, tetapi juga harus siap menghadapi kemungkinan menjadi sasaran. Hal ini melibatkan rencana respons insiden yang kuat, penilaian infrastruktur TI secara berkala, dan memastikan bahwa pencadangan data tersedia. Ia mencontohkan serangan ransomware baru-baru ini di pusat data nasional Indonesia, di mana kurangnya pencadangan data secara signifikan memperpanjang proses pemulihan.

Bisnis Manage Engine

Arun menyampaikan bahwa Indonesia merupakan pasar penting bagi ManageEngine, yang menempati peringkat kedua di Asia Tenggara dalam hal pertumbuhan dan kontribusi pendapatan. 

Perusahaan ini menargetkan pertumbuhan tahunan yang konsisten sebesar 25-30% di pasar Indonesia, didorong oleh fokus yang kuat pada pengembangan produk. Dengan 90% dari 18.000 karyawannya yang didedikasikan untuk teknik dan pengembangan, ManageEngine memastikan bahwa produknya memenuhi kebutuhan pelanggan, yang mengarah pada pertumbuhan organik karena pelanggan menyadari nilai solusi mereka.

Seiring dengan kemajuan Indonesia dalam perjalanan digitalnya, mengatasi tantangan keamanan siber dan kesenjangan keterampilan sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dan fokus pada ketahanan siber akan memastikan bahwa bisnis di Indonesia dapat menavigasi kompleksitas era digital dan melindungi diri dari lanskap ancaman yang terus berkembang. 

Baca Juga: Fitur AI Google Photos ini Bantu Kinerja Kreator Edit Video