Perusahaan jasa keuangan Moody’s baru-baru ini merilis studi yang menunjukkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk mengubah analisis keuangan. Hal itu akan memberikan dampak ganda bagi para analis. Para analis keuangan yang memanfaatkan AI akan lebih unggul. Sedangkan, para analis yang tetap menggunakan metode tradisional akan tertinggal.
Moody’s, dalam laporan yang dirilis di AI Magazine, menekankan bahwa AI dapat meningkatkan ketepatan prakiraan, memperkuat manajemen risiko, dan mengoptimalkan portofolio investasi. Dengan otomatisasi tugas-tugas rutin serta kemampuan mengolah data dalam jumlah besar, AI memungkinkan analis fokus pada tugas-tugas yang lebih strategis.
Penerapan teknologi Moody’s Research Assistant yang menggunakan teknologi retrieval-augmented generation (RAG), membuktikan bagaimana AI dapat memberikan wawasan yang lebih cepat dan akurat dengan memanfaatkan data terstruktur maupun tidak terstruktur.
John Smith (Chief Investment Officer di Global Asset Management) mengatakan AI dapat menghadapi tantangan ketika digunakan untuk membuat prediksi, terutama karena perubahan cepat di pasar keuangan sering kali membuat model menjadi kurang andal. "AI juga bisa memecahkan masalah ini dengan meningkatkan algoritma serta mengoptimalkan biaya komputasi dan penyimpanan data," katanya.
Laporan Moody’s menegaskan bahwa AI tidak hanya merevolusi analisis keuangan, tetapi juga mendefinisikan ulang seluruh lanskap investasi, meningkatkan efisiensi dan wawasan. Di tengah perkembangan ini, disrupsi di dunia konsultan keuangan mulai terlihat. Misalnya, perusahaan raksasa Ernest and Young (EY) telah memutus kontrak ratusan karyawan dan menutup kantor hukumnya di Hong Kong pada Januari 2024.
Michael Brown (Data Scientist dari Quant Solution) mengatakan data alternatif sering kali tidak memiliki struktur, sehingga sulit dianalisis dengan metode konvensional. "Kemajuan algoritma AI, ditambah dengan biaya komputasi dan penyimpanan data yang lebih rendah, kini memungkinkan konversi data alternatif menjadi sinyal yang dapat ditafsirkan oleh investor," ujar Brown.
Perubahan itu menjadi sinyal bagi konsultan lokal, termasuk di Indonesia, untuk segera beradaptasi agar tidak terpinggirkan dalam era baru ini. Dengan memanfaatkan kemampuan AI, lembaga dapat membuka tingkat efisiensi dan wawasan baru, memposisikan para analis keuangan untuk sukses dalam lingkungan yang semakin kompetitif.
Sementara itu perusahaan modal ventura terkemuka di Asia Tenggara, AC Ventures, bekerja sama dengan Boston Consulting Group (BCG), dan unit desain serta teknologi BCG X, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia), merilis laporan komprehensif berjudul “Harnessing the Power of (Gen)AI in Indonesian Financial Services.”
Peluncuran laporan ini berlangsung di kantor pusat AC Ventures di pusat kota Jakarta, dengan berbagai media lokal dan internasional hadir. Studi ini yang didasarkan pada survei terhadap 41 pemimpin bisnis institusi keuangan dan wawancara dengan lima startup fintech mengungkapkan wawasan penting mengenai adopsi dan dampak AI serta GenAI di sektor layanan keuangan Indonesia.
Andy Lees, Managing Director and Partner di BCG X mengatakan potensi penggunaan Gen-AI di sektor keuangan Indonesia mampu memperluas akses keuangan, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan memfasilitasi perluasan layanan yang cepat, di antara kemungkinan lainnya.
"Temuan kami menunjukkan bahwa teknologi ini telah diadopsi dengan cepat oleh baik institusi keuangan besar maupun perusahaan fintech. Namun, banyak inisiatif masih berupa proyek percontohan yang dipimpin oleh teknologi dan belum berhasil menghasilkan nilai bisnis nyata dalam skala besar," katanya
Laporan ini mencakup rekomendasi strategis bagi para pemimpin bisnis di sektor swasta untuk menerapkan teknologi ini dalam produk dan operasional mereka. Laporan ini juga menyajikan saran kunci dari Kadin Indonesia untuk pemerintah Indonesia seiring transisi ke pemerintahan baru dan mengejar pengembangan AI nasional untuk kepentingan negara.
Inti dari temuan laporan ini adalah kerangka kerja strategis multilateral "Deploy, Reshape, Invent," yang membimbing institusi keuangan Indonesia tentang cara mengintegrasikan GenAI secara efektif untuk memaksimalkan manfaatnya. Di antara tiga pilar ini, responden kami memprioritaskan ‘deploying’ dan ‘inventing’ dibandingkan dengan ‘reshaping’ proses internal, dengan 51% fokus pada penerapan GenAI untuk tugas sehari-hari, dan 27% melihat peluang besar dalam menciptakan produk dan layanan baru yang didukung oleh GenAI.
Secara global, studi terpisah dari BCG menemukan bahwa 85% institusi keuangan menganggap GenAI sebagai teknologi yang sangat mengganggu, namun hanya 18% yang memiliki strategi yang jelas untuk penerapan internal. Tanggapan yang kami terima dari pemimpin bisnis institusi keuangan dan startup fintech di Indonesia mencerminkan sentimen ini secara lokal. Kesenjangan ini menyoroti peluang penting bagi sektor layanan keuangan Indonesia untuk memposisikan dirinya di garis depan inovasi GenAI.
Di Indonesia, 61% institusi keuangan merasa yakin dengan infrastruktur teknologi mereka yang diperlukan untuk mengintegrasikan GenAI, terutama dalam konteks data dan sistem teknologi yang kokoh. Hampir setengah dari pemimpin sektor lokal mengklaim sudah memanfaatkan GenAI untuk meningkatkan layanan pelanggan, dengan sepertiga di antaranya melaporkan manfaat yang terlihat.
Selain itu, 44% pemimpin lokal mengakui potensi GenAI dalam merevolusi penilaian risiko di microlending melalui sumber data dan model analitik yang lebih inovatif. Selain layanan pelanggan dan microlending, empat area lain di mana GenAI dianggap bermanfaat di industri ini meliputi produktivitas, pinjaman cepat, manajemen penipuan, dan personalisasi yang sangat tepat.
Seiring dengan meluasnya penggunaan GenAI, bank-bank besar dan institusi keuangan Indonesia sedang mengembangkan inisiatif terkait dari tahap pilot menjadi proyek yang dapat diskalakan. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk memperluas akses dan inklusi keuangan tetapi juga memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang ketat di Indonesia.
Meskipun antusiasme terhadap kemampuan GenAI tinggi, banyak institusi keuangan Indonesia masih berada di tahap awal penerapan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa sementara 41% responden sedang menjalankan proyek percontohan GenAI dan uji coba konsep, memperluas penggunaan tersebut untuk memberikan nilai bisnis yang substansial masih menjadi tantangan. Hanya 37% yang merasa memiliki bakat yang diperlukan, dan upskilling karyawan untuk menggunakan dan berinteraksi dengan alat AI adalah salah satu dari tiga prioritas dasar terendah yang disebutkan.
Sementara itu, hanya 29% yang merasa yakin dengan model operasional mereka untuk kesiapan GenAI. Agar penerapan GenAI berhasil, kesiapan bisnis perlu sejalan dengan kesiapan teknologi. Lees menambahkan institusi keuangan akan mendapatkan manfaat dari kerangka kerja strategis untuk integrasi yang mencakup segala hal mulai dari implementasi teknis dan tata kelola hingga operasi dan pengembangan bakat.
"Kerangka kerja semacam itu memungkinkan hasil dapat diukur dengan jelas, memastikan bahwa inisiatif AI terus selaras dengan tujuan bisnis. Ini akan sangat penting untuk mencapai transformasi yang berkelanjutan dan dampak bisnis yang nyata," ujarnya.
Baca Juga: Biznet Kembangkan Situs Berbasis AI Permudah Pelanggan Akses Informasi