SUSE, pemimpin global dalam solusi perusahaan yang inovatif, terbuka dan aman, hari ini merilis laporan tren “Securing the Cloud” Asia Pasifik 2024 untuk pertama kalinya. Laporan industri ini mengeksplorasi tantangan keamanan cloud di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Berfokus pada dampak AI Generatif (Gen AI) dan komputasi Edge pada keamanan cloud.
Laporan Asia Pasifik 2024 menyoroti tantangan yang dihadapi tim TI di Indonesia seiring dengan meningkatnya adopsi cloud. Laporan ini menunjukkan bahwa para pengambil keputusan TI di Indonesia menghadapi masalah unik dalam mengamankan infrastruktur cloud dan edge. Seiring dengan pertumbuhan adopsi cloud, hal ini membawa peluang dan tantangan, dengan prioritas dan kekhawatiran yang berbeda dari negara-negara Asia Pasifik lainnya.
Gayathri Peria (General Manager SUSE untuk Asia Tenggara) mengatakan serangan keamanan siber yang terjadi baru-baru ini di Indonesia, seperti insiden ransomware yang dialami pemerintah, menunjukkan betapa pentingnya memiliki struktur keamanan yang kuat dan terus diperbaharui. Terutama dalam menghadapi Gen AI dan komputasi edge, yang menawarkan peluang dan ancaman baru.
"Kompleksitas teknologi baru ini, ditambah dengan adopsi cloud di Indonesia yang sangat cepat, mendorong kebutuhan akan investasi berkelanjutan dalam hal keamanan. Sangatlah menjanjikan bahwa pemerintah berinvestasi dalam keamanan siber untuk lebih dari satu juta rakyatnya," ujarnya.
SUSE tetap berkomitmen untuk memberdayakan bisnis di Indonesia dengan solusi open source, yang dirancang untuk melindungi infrastruktur cloud dan edge mereka. "Kami berharap bisa membantu Indonesia meningkatkan peringkat kesiapan keamanan siber di era digital yang dinamis dan terus berkembang," katanya.
Para pengambil keputusan TI di Asia Pasifik menunjukkan keinginan yang kuat untuk memigrasikan lebih banyak beban kerja ke cloud dan edge, dengan 84% setuju bahwa mereka akan melakukannya jika keamanan data terjamin. Responden Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi dalam sentimen ini, dengan 94% setuju, yang mencerminkan potensi signifikan untuk mengadopsi cloud karena hanya 28,2% beban kerja yang saat ini berada di cloud.
Namun, seiring dengan meningkatnya adopsi cloud, maka semakin banyak pula kekhawatiran yang muncul. Laporan ini menyoroti prioritas yang berbeda di seluruh negara Asia Pasifik, dengan privasi dan keamanan data (57%) dan serangan siber yang didukung AI (55%) teridentifikasi sebagai kekhawatiran utama dalam keamanan cloud Gen AI.
Indonesia menempati posisi teratas dengan ancaman yang paling dirasakan oleh para pemangku kepentingan dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lainnya, dengan 79% responden menyatakan bahwa privasi dan keamanan data merupakan kekhawatiran utama, diikuti serangan siber yang didukung AI (72%) dan kerentanan dalam supply chain AI (43%).
Secara keseluruhan, para pengambil keputusan TI di wilayah Asia Pasifik sering menghadapi insiden keamanan terkait cloud, dengan 64% mengonfirmasi setidaknya satu insiden serupa dalam 12 bulan terakhir, sementara 62% melaporkan setidaknya satu pelanggaran keamanan terkait edge pada periode yang sama. Indonesia secara khusus terkena dampak, dengan 31% responden melaporkan lima atau lebih insiden terkait edge.
Untuk mengurangi ancaman ini, para pemimpin TI Indonesia sangat bergantung pada langkah-langkah keamanan seperti solusi Cloud (CPSM, CWPP, atau CNAPP), yang diadopsi secara luas oleh 59% responden — lebih tinggi dari rata-rata Asia Pasifik. Praktik umum lainnya termasuk otomatisasi keamanan (53%) dan perlindungan DoS atau DDoS (47%).
Para pengambil keputusan TI di Asia Pasifik mengalokasikan sebagian besar anggaran mereka untuk keamanan cloud-native, dengan rata-rata sebesar 30,9%. Indonesia memimpin dalam hal ini, mendedikasikan 42,5% anggaran TI mereka untuk keamanan cloud, melampaui negara-negara seperti Singapura (34,2%) dan negara-negara lain di kawasan tersebut.
Audit internal pada perangkat lunak vendor dianggap paling penting untuk memitigasi risiko serangan supply chain perangkat lunak, menekankan pada pentingnya mengamankan supply chain perangkat lunak. Satu dari empat pengambil keputusan TI percaya bahwa sertifikasi keamanan terkait supply chain yang diakui pemerintah (24%) akan menjadi prioritas bagi mereka selama 12 bulan ke depan.
Untuk mengurangi risiko pada supply chain, pengambil keputusan TI Indonesia memprioritaskan pemanfaatan perangkat lunak yang didukung vendor (53%), menggunakan vendor independen untuk menilai keamanan komponen pihak ketiga (51%), dan mensertifikasi proses pembuatan perangkat lunak (49%).
Hasil laporan tren ini mengungkapkan tantangan keamanan yang unik dan berbeda yang dihadapi oleh negara-negara Asia Pasifik dalam adopsi teknologi cloud dan edge, termasuk ancaman dari serangan ransomware, masalah privasi dan data yang terkait dengan AI generatif, dan serangan siber yang didukung AI.
Baca Juga: Adopsi Teknologi AI Dorong Transformasi dan Inovasi Industri Media