Perkembangan AI saat ini berlangsung sangat cepat dan banyak teknologi mulai mengadopsi AI karena memiliki kemampuan kecerdasan yang tinggi dan mampu menggantikan beberapa pekerjaan manusia. Ada pandangan bahwa AI dapat mengingat, berpikir, bernalar, dan berencana setara dengan otak manusia. Namun, ilmuwan AI dari Meta, Yann LeCun, menyatakan spekulasi ini kurang tepat saat ini dan AI masih membutuhkan banyak waktu untuk belajar.
"Kecerdasan AI tidak mampu melampaui otak manusia saat ini. Tapi satu atau dua dekade mendatang, mungkin ini akan menjadi kenyataan," katanya seperti dikutip Tech Crunch.
LeCun menyebutkan adanya metode pembelajaran AI baru “World Model” yang mencuat setelah OpenAI meluncurkan fitur "Memory" pada ChatGPT. Fitur itu memungkinkan model AI mengingat percakapan pengguna dan menunjukkan kemampuan bernalar yang lebih manusiawi.
Meskipun demikian, LeCun dalam sebuah ceramah di Hudson Forum menegaskan bahwa sistem AI saat ini belum mendekati tingkat AGI (Artificial General Intelligence) yang setara dengan manusia, seperti yang diungkapkan oleh tokoh AI optimis lainnya seperti Elon Musk dan Shane Legg.
"Sistem AI modern, termasuk model bahasa besar (LLM) seperti yang digunakan pada ChatGPT, masih jauh dari AI setingkat manusia," ucapnya.
Saat ini, LLM bekerja dengan memprediksi token berikutnya, sementara model gambar dan video memprediksi piksel berikutnya. Kedua jenis model ini memiliki keterbatasan dalam memahami dunia tiga dimensi, berbeda dengan manusia yang dapat mempelajari tugas-tugas sederhana dalam waktu singkat.
LeCun menyebut bahwa untuk mencapai AI yang lebih kompleks, perlu dikembangkan model tiga dimensi yang lebih canggih, berpusat pada arsitektur AI baru seperti "World Model." Namun, ia juga mengakui bahwa mewujudkan sistem ini masih membutuhkan waktu bertahun-tahun, jika tidak lebih lama, karena tantangannya sangat kompleks.
Bedah Otak
Rumah sakit di Hong Kong menggunakan chatbot AI milik Meta untuk menjadi konsultan bedah otak. Chatbot AI itu sendiri dikembangkan oleh Chinese Academy of Sciences yang menggunakan Llama 2.0 milik Meta, induk dari Facebook.
Direktur Eksekutif Pusat Chinese Academy of Sciences Liu Hongbin mengatakan saat ini para peneliti sedang melatih dan menyempurnakan model AI itu dengan memanfaatkan makalah, jurnal medis, dan manual untuk memberikan konsultasi bedah kepada dokter. Saat ini Chatbot AI itu sudah diuji coba di tujuh rumah sakit di Beijing, China, dan beberapa kota lainnya selama beberapa bulan ke depan.
"Teknologi AI ini memiliki potensi untuk merevolusi industri kesehatan global," katanya.
Para peneliti berharap bahwa bot AI CARES Copilot 1.0 akan mampu memberikan jawaban dengan mengutip catatan akademis.m dan mengolah data diagnostik seperti MRI, USG, atau CT scan, serta gambar, teks, dan audio.
"Bot AI ini akan mampu memberi peringatan kepada dokter untuk menghindari prosedur yang berisiko," ujarnya.
Kepala Dokter Departemen Bedah di RS Peking Union Medical Collage, Feng Ming, menyatakan mengatakan penelitian itu sedikit terhambat karena keterbatasan daya komputasi, terutama setelah pembelian chip Nvidia dilarang di China.
"Kami menggunakan lebih banyak data berkualitas tinggi dari rumah sakit terkemuka di daratan China yang tidak tersedia untuk OpenAI dan banyak perusahaan swasta domestik lainnya," ujarnya.
Di sisi lain, Pusat Kecerdasan Buatan dan Robotika yang berbasis di Hong Kong juga sedang menggunakan sekitar 100 unit prosesor grafis untuk melatih model yang fokus pada layanan kesehatan dan mempelajari dua jenis chip secara bersamaan, yaitu chip A100 dari Nvidia Corp. dan Ascend 910B dari Huawei Technologies Co.
Baca Juga: X Ubah Kebijakan Privasi, Data Pengguna Dapat Digunakan Pelatihan AI