Donald Trump (Presiden AS) resmi menandatangani memorandum presiden yang menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari kesepakatan nuklir Iran atau Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).
Bahkan, Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran. Presiden AS ke-45 itu mengklaim kesepatan nuklir Iran "cacat" dan tidak menghentikan Teheran mengembangkan bom nuklir.
"Pada intinya, kesepakatan Iran cacat. Jika kita tidak melakukan apa-apa, kami tahu pasti apa yang akan terjadi. Hanya dalam waktu singkat, negara pemimpin sponsor teror dunia akan berada di titik puncak untuk memperoleh senjata paling berbahaya di muka bumi. Karena itu, saya umumkan hari ini bahwa Amerika Serikat akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran," pungkasnya.
Tak terima dengan keputusan AS dan menambahkan sanksi, Iran akan menyerang balik dengan melancarkan serangan siber ke AS. Perusahaan Keamanan Recorded Future mengungkapkan Iran akan menggunakan pihak ketiga dan universitas untuk melakukan serangan siber kepada target asing seperti AS.
"Iran akan melakukan serangan siber dalam hitungan bulan atau lebih cepat. Serangan ini kemungkinan akan dilakukan oleh pihak ketiga dan kemungkinan besar menjadi tidak terkendali," kata Priscilla Moriuchi (Mantan Analis NSA yang kini bekerja di Recorded Future) seperti dikutip ZDNet.
Moriuchi mengatakan serangan siber Iran akan mengincar perusahaan-perusahaan AS yang bergerak di sektor finansial, infrastruktur kritikal, minyak dan energi. Serangan siber itu akan bersifat agresif dan berbahaya. "Iran akan menggunakan kontraktor yang kurang bertanggung jawab secara politik dan hasilnya, lebih sulit untuk dikendalikan," ujarnya.
Negara-negara yang menjadi sekutu AS seperti Arab Saudi dan Israel juga terancam menjadi target serangan siber tersebut.