Uni Eropa mendenda raksasa mesin pencari Google senilai 5,1 miliar dollar AS (Rp 73,9 triliun). Ihwalnya, Google dinilai memonopoli bisnis sistem operasi Android secara ilegal.
Pekan ini, Alphabet yang notabene merupakan perusahaan induk Google sesumbar telah menyisihkan duit denda tersebut dan masih meraup keuntungan 3,2 miliar dollar AS (Rp 46,3 triliun) pada kuartal kedua (Q2) 2018.
Saham Alphabet pun naik 3,5 persen pasca penutupan perdagangan, terlepas dari kasus yang membelitnya. Beberapa analis menilai kasus monopoli Google tak berpengaruh terhadap kredibilitasnya sebagai perusahaan teknologi kelas kakap.
"Denda itu tak berarti untuk perusahaan seukuran Google," kata analis Pivotal Research, Brian Wieser.
Sebelum denda baru-baru ini, Uni Eropa pernah pula meminta Google membayar 2,7 miliar dollar AS (Rp 39 triliun) pada 2017 lalu. Kala itu, Google dinilai curang dalam memprioritaskan kemunculan layanan toko online di mesin pencari.
Sama seperti tahun ini, denda tahun lalu pun ibarat kerikil dalam tumpukan batu. Saat itu Google masih mampu membukukan laba 3,5 miliar dollar AS (Rp 50,7 triliun) setelah bayar denda.
Pola bisnis Android bakal berubah Pukulan yang lebih substantif bagi Google sejatinya bukan nominal denda, melainkan mekanisme bisnis Android pasca hukuman ini. Diketahui, Android berjalan di 80 persen smartphone yang beredar di pasaran global saat ini. Otoritas Eropa memerintahkan Google agar berhenti meminta para produsen smartphone memasang mesin pencari Google dan peramban Chrome di perangkat mereka yang notabene menggunakan software Android seperti dikutip dari NewYorkTimes.
Hal ini tentu bakal berpengaruh terhadap jumlah pengguna mesin pencari Google di smartphone. Secara langsung atau tidak, ini bisa melemahkan bisnis iklan Google yang dipicu dari kebiasaan pengguna melakukan penelusuran via smartphone.
CEO Google, Sundar Pichai, mengatakan pihaknya bakal mengajukan banding atas tuntutan hukum dari Uni Eropa. Kendati demikian, Google harus tetap merumuskan sistem bisnis baru untuk Android di Eropa selambat-lambatnya pada Oktober 2018, agar nominal dendanya tak membengkak.
“Google sedang mencari solusi terbak untuk menjaga manfaat sebesar-besarnya bagi pengguna Android,” kata Sundar Pichai. Seperti apa konkritnya peta bisnis Google di Eropa pasca kasus hukum ini? Lantas, apakah Google bisa berkelit dan menang setelah banding? Kita tunggu saja kelanjutannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Didenda Rp 73 Triliun, Google Masih Untung Besar".