Gerakan Menuju 100 Smart City memasuki tahap evaluasi. Bertempat di Semarang, proses evaluasi ini melibatkan 24 kota/kabupaten yang terpilih di tahun 2017 dan juga melibatkan pemerintah daerah dari seluruh di Indonesia. Mereka diminta memaparkan perkembangan implementasi program yang telah tertulis di masterplan smart city mereka, termasuk berbagi dengan tantangan yang mereka hadapi.
Menurut Herry Abdul Aziz (Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika RI), indikator evaluasi disesuaikan dengan target utama masing-masing daerah. “Jika sebuah kota atau kabupaten mengedepankan Smart People, maka indikatornya Indeks Pembangunan Manusia” ungkap Herry. Demikian pula jika fokus utamanya adalah Smart Economy, indikator yang akan digunakan adalah pertumbuhan ekonomi.
Herry melihat, proses evaluasi ini penting untuk mencari pola terbaik dari implementasi smart city di Indonesia. "Harapannya, ditemukan pola terbaik yang bisa diimplementasikan ke berbagai kota dan kabupaten di Indonesia” tambah Herry.
Dari proses evaluasi ini, terungkap beberapa tantangan besar yang umum dihadapi pemerintah kota/kabupaten. Contohnya terkait payung hukum dalam mengimplementasikan program smart city. Soal ini, Wisnu Drajat Setyawan (Direktur Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Kementerian Dalam Negeri RI) menyebut pemerintah pusat saat ini sedang menggodok standarisasi implementasi smart city. “Untuk membuat regulasi ini, kami melibatkan SNI yang mengacu kepada standar ISO” ungkap Drajat.
Tantangan lain adalah di sisi anggaran. Soal ini, Herry Abdul Aziz mendorong pemerintah daerah untuk kreatif dalam memanfaatkan sumber pendanaan di luar APBD. Herry menunjuk contoh Pemerintah Kota Jambi yang menyelenggarakan lomba Kampung Bantar. Melalui lomba ini, tiap kampung diminta menghias kampungnya secara swadaya, lalu pemenangnya diberi hadiah. “Dengan begitu, semua kampung menjadi lebih indah tanpa harus mengeluarkan dana yang besar” tambah Herry.
Kota Semarang, yang saat ini memiliki berbagai inisiatif terkait smart city, berbagi mengenai strategi besar untuk menyukseskan implementasi smart city. “Yang utama adalah menyamakan persepsi dari setiap aparat pemerintahan” ungkap Ayu Entis (Asisten Perekonomian Pembangunan dan Kesra Kota Semarang). Sesuai arahan Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, smart city harus bisa meningkatkan taraf hidup warga Kota Semarang. “Jadi smart city bukan sekadar WiFi gratis” ungkap Ayu.
Setelah pemahaman itu terbentuk, pembangunan infrastruktur menjadi lebih terarah dan terukur. Setelah itu, partisipasi masyarakat pun terbentuk. Contohnya layanan Lapor Hendi yang aktif digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai masalah di Kota Semarang. Demikian pula Kampung Pelangi yang berawal dari swadaya masyarakat dan kini menjadi bagian dari Smart Branding Kota Semarang.
Dalam acara evaluasi ini, hadir Philips Indonesia yang berbagi pengalaman membantu berbagai pemerintah daerah dalam mewujudkan smart city, utamanya di sektor pengelolaan lampu jalan. Seperti diungkap Wibawa Jati Kusuma (Professional Channel Director PT. Philips Indonesia), pemerintah daerah bisa meningkatkan layanan kepada masyarakat ketika memanfaatkan PJU (Penerangan Jalan Umum) yang cerdas.
"Dengan Smart PJU, kita bisa mengetahui titik lampu yang mati sebelum masyarakat melaporkan" ungkap Wibawa mencontohkan. Selain itu, penggunaan Smart PJU juga bisa menurunkan biaya listrik karena menggunakan lampu tipe LED.
Yang tak kalah penting, lampu jalan yang cerdas juga akan meningkatkan daya tarik kota, seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung yang menghias jalan layang Pasopati dengan permainan lampu yang atraktif.
Evaluasi Gerakan Menuju 100 Smart City tahap 1 didukung sepenuhnya oleh: