Hasil riset terbaru dari perusahaan keamanan cyber global yaitu Avast, telah mengungkapkan bahwa ratusan smart homes yang ada di Indonesia saat ini berada dalam risiko kebocoran data.
Resiko ini diduga terjadi karena penyalahan konfigurasi protokol yang digunakan untuk interkoneksi dan pengaturan perangkat smart home melalui via smart home hubs.
Peneliti menemukan lebih dari 49.000 server Message Queuing Telemetry Transport (MQTT) secara publik dapat terlihat pada internet dikarenakan penyalahan konfigurasi protokol MQTT, termasuk lebih dari 32,000 server dimana 120 di antaranya berasal dari indonesia.
“Sangat mudah untuk mendapatkan akses dan kendali atas smart home seseorang, karena masih banyak protokol yang kurang aman yang berasal dari era teknologi sebelumnya yang ketika saat itu keamanan tidak menjadi perhatian yang utama,” kata Martin Hron, selaku Security Researcher Avast.
“Konsumen harus lebih sadar akan masalah keamanan saat menghubungkan perangkat yang mengontrol bagian paling pribadi dari rumah mereka ke layanan yang tidak sepenuhnya mereka pahami dan pentingnya mengkonfigurasi perangkat mereka secara benar.” Tambahnya.
Pada saat mengimplementasikan protokol MQTT, pengguna memerlukan sebuah server. Bagi para konsumen, server biasanya digunakan/berjalan di PC atau beberapa komputer mini seperti Raspberry Pi, dimana perangkat tersebut dapat terhubung dan berkomunikasi.
Apabila protokol MQTT itu sendiri dianggap aman, masalah keamanan yang parah mungkin terjadi adalah jika MQTT tidak diimplementasikan dan dikonfigurasi secara benar.
Penjahat siber dapat memperoleh akses secara penuh pada sebuah rumah dan mengetahui apakah pemiliknya sedang berada di rumah atau tidak, memanipulasi sistem hiburan, asisten suara dan perangkat rumah tangga, dan melihat apakah pintu dan jendela pintar dalam kondisi terbuka atau tertutup.
Dalam kondisi tertentu, penjahat siber bahkan dapat melacak keberadaan pengguna atau pemilik rumah dan hal ini dapat menjadi masalah privasi yang serius dan ancaman keamanan.