Find Us On Social Media :

Disrupsi Digital 2.0: Ketika Experience Economy Menjadi Kunci

By Wisnu Nugroho, Selasa, 4 September 2018 | 18:14 WIB

Keerti Melkote (CEO Aruba Networks) saat membuka Aruba Atmosphere di Bangkok

Saat ini digital disruption menjadi istilah yang sering kita dengar. Namun bersiaplah untuk melihat disrupsi yang lebih besar lagi, ketika digitalisasi akan menyambangi aktivitas fisik dari kehidupan sehari-hari. Digitalisasi ini tidak hanya akan meningkatkan proses bisnis, namun lebih jauh lagi meningkatkan kemudahan pelanggan dalam menikmati sebuah layanan.

Hal tersebut diungkapkan Keerti Melkote, pendiri dan CEO Aruba Networks saat membuka Aruba Atmosphere di Bangkok, Thailand. Aruba Atmosphere ini dihadiri ratusan klien, partner, dan wartawan dari kawasan Asia Pasifik, termasuk InfoKomputer. “Saya menyakini dalam beberapa tahun ke depan, kita akan menyambut era experience economy” ungkap Keerti.

Untuk menggambarkan apa itu experience economy, Keerti mengambil contoh kisah hidupnya sebagai anak pemilik sebuah toko kopi kecil di India. “Ayah saya menjual kopi yang sangat enak, namun karena berada di bagian terujung dari supply chain, keuntungannya tidaklah banyak” ungkap Keerti.

Sementara gerai toko kopi modern tidak cuma menjajakan kopi, namun juga pengalaman. “Starbucks memposisikan dirinya sebagai the third place setelah rumah dan kantor, sehingga ketika pelanggan ke Starbucks, mereka akan merasakan pengalaman yang nyaman” tambah Keerti. Karena mendapatkan pengalaman menyenangkan tersebut, konsumen tidak keberatan membeli kopi seharga Rp.50 ribuan di Starbucks meski pada dasarnya menawarkan kualitas kopi yang sama.

Karena itulah, penting bagi semua perusahaan untuk dapat menghadirkan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan. Hanya dengan cara itu, perusahaan mampu bersaing dan memenangkan era experience economy.

Smart Hotel

Untuk membantu perusahaan mewujudkan experience economy tersebut, Aruba Networks menawarkan beragam solusi seputar produk jaringan yang menjadi andalannya. Salah satunya adalah solusi “hotel pintar” yang memungkinkan konsumen check-in dan membuka pintu kamarnya tanpa harus ke resepsionis hotel.

Cara kerjanya kurang lebih seperti ini. Sebelum melakukan check-in, pengunjung bisa melakukan mobile check-in dengan mengirim foto kartu identitas diri (KTP atau paspor) dan melakukan selfie. Nanti pihak hotel akan melakukan input data sekaligus melakukan identifikasi berdasarkan dua dokumen tersebut.

Jika data yang dikirim sudah sesuai, pihak hotel akan mengirimkan confirmation number dan digital key ke pengunjung hotel. Nanti pengunjung tinggal menempelkan smartphone ke sensor di depan kamar hotel, dan kamar pun akan terbuka.

Solusi ini tidak lagi sekadar konsep, melainkan sudah digunakan di salah satu hotel di Singapura.

Berikut video dari yang menjelaskan solusi smart hotel tersebut.

Menghadirkan pengalaman terbaik bagi pelanggan bukan cuma meningkatkan keterikatan, namun juga data yang bisa dimanfaatkan untuk bisnis. Hal ini yang dilakukan Purples yang menyediakan solusi seputar fasilitas WiFi gratis bagi pengunjung sebuah toko. Untuk menggunakan WiFi gratis tersebut, pengunjung cukup masuk menggunakan akun media sosial mereka.

Dari data tersebut, pengelola toko bisa mengetahui siapa pengunjung toko mereka. Lebih jauh lagi, karena smartphone pengunjung “terikat” ke WiFi tersebut, pergerakan pengunjung di toko bisa dianalisa. Dari data tersebut, pengelola toko bisa mendapatkan banyak insight, seperti pola pergerakan pengunjung atau produk mana yang paling menarik perhatian pengunjung.