Setiap tahun, ada sekitar 1,4 juta orang yang melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi. Dari jumlah itu, tidak semuanya berasal dari keluarga yang mampu. Tak heran jika mereka kemudian kesulitan membeli perangkat pendukung untuk kegiatan perkuliahan mereka.
Hal inilah yang coba dijawab oleh Cicil, sebuah startup di bidang pembiayaan finansial khusus untuk mahasiswa. Melalui Cicil, mahasiswa bisa melakukan pinjaman dana untuk membayar biaya kuliah maupun membeli perangkat pendukung kegiatan perkuliahan (seperti notebook, buku, sampai meja gambar).
Cicil didirikan oleh Leslie Lim dan Edward Widjonarko, dua sahabat yang bertemu saat kuliah MBA di Insead. “Kami sama-sama memiliki memiliki hasrat mendirikan perusahaan startup, dan awalnya memiliki beberapa ide untuk startup kami” cerita Leslie. Keduanya kemudian memilih area pembiayaan khusus mahasiswa ini karena merasakan sendiri susahnya mendapatkan bantuan finansial saat kuliah. “Sistem finansial tradisional jarang menyentuh segmen mahasiswa, dan kalaupun ada biayanya terbilang mahal” tambah Leslie.
Jejak Digital
Cara kerja Cicil kurang lebih seperti ini. Jika membutuhkan perangkat pendukung (seperti notebook), calon peminjam mencari terlebih dulu barangnya di salah satu e-commerce Indonesia. Setelah itu, salin link produk tersebut ke situs Cicil sambil menentukan durasi pinjaman. Nantinya engine Cicil akan menghitung skema pembayarannya, mulai dari uang muka sampai cicilan per bulan.
Setiap pembelian produk melalui Cicil akan dikenakan bunga, namun Leslie mengklaim tingkat bunga yang kompetitif. “Bunga kami di kisaran 2% per bulan (flat), yang relatif lebih rendah dibanding pinjaman dari perusahaan multi-finance yang bisa mencapai 2,5-3,5%” ungkap Leslie. Cicil juga mengedepankan kemudahan mendapatkan pinjaman, karena tidak mengharuskan credit history atau pendapatan minimal dari calon peminjam.
Sebagai gantinya, Cicil menggunakan metode lain untuk menilai credit scoring dari calon peminjam. Caranya dengan menilai tingkat tanggung jawab mahasiswa atau calon peminjam, yang tercermin dari dari tempat mereka kuliah, nilai Indeks Prestasi, serta keaktifan di kampus. Informasi tersebut kemudian digabungkan dengan perilaku dan jejak digital calon peminjam.
Selain itu, ada pula proses verifikasi langsung yang dilakukan oleh student ambassador Cicil. Student ambassador ini sendiri adalah mahasiswa/i dari kampus tersebut yang melakukan aktivitas lapangan untuk Cicil, mulai dari mensosialisasikan Cicil sampai melakukan proses verifikasi. Karena itulah, pinjaman yang ditawarkan Cicil hanya bisa dilakukan di universitas yang sudah ada student ambassador-nya.
“Saat ini kami aktif di 29 kota di seluruh Indonesia, dan melayani mahasiswa dari lebih 100 universitas” tambah Leslie yang memiliki pengalaman bekerja di Barclays dan HSBC tersebut.
Kedepankan Tanggung Jawab
Di situsnya sendiri, Cicil menyebut tidak ada batasan produk yang bisa mahasiswa beli di platform mereka. Namun Leslie menjamin, Cicil tidak akan mendorong pola pembelian barang yang konsumtif di kalangan mahasiswa yang menjadi nasabahnya. “Sebenarnya jenis barang yang diajukan calon peminjam menjadi salah satu penilaian credit scoring. Jika produk yang diajukan tidak mendukung kegiatan perkuliahan mahasiswa, kami tidak akan menyetujui pinjaman tersebut” tambah Leslie.
Inilah tiga petinggi Cicil, yaitu (ki-ka): Leslie Lim (co-founder), Edward Widjonarko (co-founder), dan Ricky Jeremiah (CTO)
Cicil juga melakukan langkah preventif dengan tidak memberikan uang langsung ke peminjam. Ketika mengajukan pinjaman untuk pembelian sebuah produk, peminjam langsung mendapatkan produk tersebut. Jika mengajukan pinjaman untuk membayar uang kuliah, uang tersebut juga langsung dibayarkan ke pihak universitas. “Dengan begitu, setiap pinjaman sesuai dengan tujuan utamanya dan menghindari penyalahgunaan pinjaman” tambah Leslie.
Lalu, bagaimana jika peminjam telat atau tidak melakukan pembayaran cicilan? Soal itu, Cicil menyebut pihaknya mengedepankan peminjam yang bertanggung jawab. Selama keterlambatan pembayaran disebabkan kondisi eksternal, Cicil berkomitmen mencari solusi bersama peminjam. “Kasus yang sering terjadi adalah uang beasiswa yang terlambat turun. Pada kasus seperti ini, kami terbuka melakukan restrukturisasi pinjaman” ungkap Leslie mencontohkan.
Namun jika keterlambatan terjadi karena peminjam yang “bandel”, Cicil memiliki beberapa jenis sanksi. Contohnya denda sebesar Rp.50 ribu per minggu untuk setiap keterlambatan, atau menghubungi orang tua, pihak kampus, atau orang-orang terdekat peminjam. Karena Cicil juga terdaftar di OJK, data peminjam bermasalah tersebut juga akan dilaporkan ke pihak berwenang. “Pelaporan ini berpotensi menyulitkan peminjam mendapatkan akses pinjaman di masa depan“ tambah Leslie.
Kiprah Cicil sendiri sudah mendapat berbagai apresiasi dari berbagai pihak. Contohnya Cicil terpilih mengikuti program pendampingan Google Launchpad Program pada tahun 2017 kemarin. Cicil juga menjadi pemenang pada Indonesia Rice Bowl Startup Awards 2017 dalam kategori Startup of The Year dan Best Fintech. Bulan Agustus kemarin, Cicil mendapat pendanaan Seri A dari East Ventures dan Vertex Ventures. Dengan pendanaan ini, Cicil telah mengantongi pendanaan total sebesar US$5 juta.
Dengan momentum yang terus bergulir tersebut, Cicil pun mematok mimpi besar. “Kami ingin menghadirkan akses finansial yang bertanggung jawab bagi semua orang yang membutuhkan di seluruh Asia Tenggara” ungkap Leslie.