Find Us On Social Media :

Menjawab Skeptisme Pemanfaatan Blockchain di Lingkungan Bisnis

By Administrator, Minggu, 4 November 2018 | 21:37 WIB

Menjawab skeptisme atas blockchain

Penulis: Pandu Sastrowardoyo (CoFounder, Board of Directors, SeniorBusiness Consultant, Blockchain Zoo) dan dan Heriyono Sim (Senior Technical Associate, Blockchain Zoo)

Blockchain kerap dianggap identik dengan bitcoin. Akibatnya, apa saja yang terjadi di bitcoin melekat pada blockchain. Misalnya, ketika harga bitcoin jatuh di bursa, teknologi blockchain juga dinilai sedang jatuh.

Situasi ini sebenarnya bisa dianalogikan dengan komoditas kelapa sawit. Harga komoditas kelapa sawit bisa jatuh, tetapi fungsi alat berat perkebunan tetap berguna dan bisa berfungsi untuk hal lain. Ini membuktikan bahwa teknologi blockchain tidak hanya berguna untuk bitcoin atau cryptocurrency saja.

Sosok di balik bitcoin, Satoshi Nakamoto, merancang blockchain untuk digunakan sebagai buku besar transaksi yang direkam dalam jaringan internet. Menariknya, ketika informasi sudah tercatat di dalam blockchain, informasi tersebut tidak lagi layak untuk diganti, alias bersifat final. Oleh karena itu, blockchain bisa dikatakan sebagai teknologi paling aman untuk menyimpan informasi, layaknya sebuah rekening koran atau catatan abadi.

Tidak sedikit pemanfaatan teknologi blockchain di luar cryptocurrency. Bank adalah salah satunya. Blockchain Zoo kala itu memperkenalkan kemampuan blockchain pada 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD) di bawah Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda). Tujuan kami bukan untuk menerbitkan mata uang kripto sendiri, tetapi meningkatkan efisiensi dan transparansi di segala institusi yang diberi kepercayaan oleh rakyat.

Blockchain sendiri masih dalam tahap awal dan tak jarang mengesankan sebagai teknologi yang sulit diterapkan. Itulah mengapa dibutuhkan tenaga ahli dan konsultan yang sudah mengenal dan mendalami segala denah blockchain.

Konsultasi ditujukan untuk lebih mengenal kebutuhan khusus setiap bisnis. Setelah sesi konsultasi, konsultan dapat memberi rekomendasi mengenai kelayakan blockchain untuk diterapkan, dengan mempertimbang berbagai faktor utama dan juga sekunder.

Akan tetapi, masih banyak skeptisme soal blockchain. Berikut adalah jawaban dari skeptisme tersebut.

Skeptisme 1: Blockchain Boros Energi

Salah satu anggapan yang kerap terdengar adalah blockchain itu boros dalam konsumsi daya.

Borosnya listrik ini sebenarnya disebabkan aktivitas mining, yang memang identik dengan aktivitas perlombaan antara banyak peserta untuk menentukan siapa paling cepat/kuat untuk menemukan “emas digital” di tambang bitcoin. Namun, mining sebenarnya bukan sifat alamiah dari blockchain itu sendiri.

Memang, pada kenyataannya bitcoin memakan daya listrik yang amat besar saat melakukan proses Penentuan Verifikator Bergilir. Ini disebabkan oleh banyaknya “notaris” bergilir di dalam jaringan bitcoin, yang penentuan gilirannya memerlukan aktivitas mining untuk memastikan peran dibagi dengan andil yang rata.

Situasi di atas belum tentu terjadi di implementasi blockchain lainnya. Ibaratnya, sama-sama kendaraan, tetapi pemakaian bahan bakarnya bisa berbeda. Pada blockchain, terdapat berbagai jenis algoritma untuk penentuan Verifikator Bergilir. 

Karena jumlah verifikatornya di jaringan blockchain ada banyak pihak, rotasi "proof of X" yang menentukan "akuntan" mana yang diberi kesempatan menyusun transaksi di buku besar blockchain untuk jangka waktu tertentu ditentukan oleh algoritma.

Jika di dalam buku besar usaha pada umumnya memakai siklus penutupan buku neraca setiap bulan, maka dalam blockchain, siklus ini dilakukan setiap menit (atau seberapa detik). Dan "neraca" diterbitkan bukan oleh satu manusia/pihak, tetapi oleh verifikator/node yang bergantian pada setiap siklus penutupan bukunya. Konsep ini mirip seperti konsep bendahara bergilir yang dipakai di berbagai institusi besar.

Infografik cara kerja blockchain

Tingginya konsumsi listrik juga disebabkan konsep proof of work yang digunakan di bitcoin.

Pada metode proof of work, setiap node atau server komputer yang dijadikan penambang harus berlomba-lomba menunjukkan performa mereka. Node yang berhasil menyelesaikan algoritma kompleks-lah yang bisa melakukan pengurutan transaksi selanjutnya dan memenangkan hadiah atau reward.

Hadiah atau reward ini amat berharga karena bisa diuangkan. Ini yang membuat konsumsi daya menjadi tinggi, karena banyak pihak yang secara sukarela berlomba membuktikan diri demi node/server-nya terpilih untuk memenangkan giliran.

Namun Selain proof of work, ada metode jenis lain yang bisa membuat proses menjadi lebih hemat. Proof of stake adalah salah satu mekanisme di mana kesempatan ini diberi secara acak di antara para pemegang koin.

Untuk bisa ikut serta, pihak tertentu memang harus memperoleh dan menyimpan sejumlah koin (layaknya pemegang saham di bursa efek). Pihak yang memiliki lebih banyak koin berhak menerima giliran (memenangkan hadiah/reward; memungut pajak/komisi) sesuai dengan persentase koin yang mereka miliki. Di metode ini, tidak ada lagi adu kuat yang mengakibatkan terjadinya pemborosan listrik.

Skeptisme 2: Transaksi Memakan Waktu

Ada anggapan juga kalau blockchain memakan waktu yang lama saat melakukan transaksi. Padahal lamanya waktu transaksi itu tergantung dari jenis teknologi blockchain yang digunakan.

Ambil contoh Ethereum, jaringan kripto yang cukup populer selain Bitcoin. Dalam proses transaksi peer to peer Ethereum, lambat dan cepatnya proses transaksi sebenarnya bisa diatur. Di Ethereum, biaya transaksi ditentukan lewat satuan yang diberi nama gas. Makin besar gas yang dipasang, maka semakin cepat transaksi itu diselesaikan. Gas ini berfungsi sebagai komisi untuk para miner.

Dalam industri yang lebih besar, kecepatan transaksi juga tergantung dari bagaimana blockchain diimplementasikan dan teknologi lain di luar blockchain, seperti UI/UX, database pengguna, dan middleware server. Blockchain bisa digunakan untuk proses transaksi yang mengutamakan tingkat kepercayaan dan transparansi, dan untuk berbagai proses yang lain di mana beban administrasi dan supervisinya berat.

Pentingnya Data

Seperti teknologi lain, blockchain bukanlah solusi magis dan membuat proses data menjadi seketika sempurna. Tetap perlu menjaga akurasi data yang di-input, dengan berbagai proses penyempurnaan tata tertib struktur organisasi.

Dengan mengerti bentuk peran blockchain, di sebuah proyek harus digabungkan juga dengan teknologi lain seperti perangkat cerdas (seperti sensor IoT) dan perangkat lunak lain. Jika data yang hendak divalidasi sudah di utak-atik sebelum direkam ke dalam buku besar blockchain, maka blockchain tidak bisa menyulapnya jadi benar.

Walaupun begitu, blockchain bisa digunakan untuk berbagai skenario, seperti Pemilu. Dengan menggunakan blockchain, proses akan lebih terbuka dan sistem rekapitulasi datanya tidak dilakukan oleh satu pihak atau proses manual yang rentan dibajak pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pada akhirnya para pengambil keputusan tetap harus membuat perencanaan yang matang sebelum pengembangan dan implementasi sistem yang menyeluruh, termasuk salah satunya menentukan apa keunggulan blockchain bagi industri yang mereka jalankan.