Saat ini Facebook masih mencari tahu aktor utama yang meretas 29 juta data penggunanya, mengingat Facebook bertubi-tubi mendapatkan serangan kebocoran data penggunanya setelah skandal Cambridge Analytica.
Facebook mengungkapkan dalang pembobolan 29 juta akun penggunanya sudah mengerucut kepada spammer atau orang-orang yang melakukan spamming.
Spammer itu telah menyamar menjadi perusahaan pemasaran digital untuk melakukan peretasan data.
Facebook sendiri belum mengungkapkan nama spammer yang bersangkutan tersebut kepada publik.
Laporan Wall Street Journal memberitakan pernyataan Facebook ini membantah tudingan jika ada komplotan peretas tingkat global yang melakukan peretasan data penggunanya untuk tujuan politik.
Apalagi, Amerika Serikat (AS) akan mengadakan kegiatan pemilihan paruh waktu yang akan dilakukan pada bulan November mendatang.
"Kami sedang bekerja sama dengan FBI dalam masalah ini. FBI secara aktif menyelidiki dan meminta kami untuk tidak membahas siapa yang mungkin berada di belakang serangan ini," kata Wakil Presiden Facebook Bidang Manajemen Guy Rosen seperti dikutip CNET.
Pada akhir September lalu. Facebook telah menemukan bug keamanan yang bisa saja mempengaruhi hampir 50 juta pengguna Facebook.
Bug itu dapat dimanfaatkan para hacker untuk meretas akun Facebook dengan cukup mudah.
Bug itu sendiri ditemukan Facebook pada fitur “View As”, yang memungkinkan pengguna untuk melihat seperti apa profil mereka saat dilihat oleh pengguna lainnya.
Dalam situs resminya, Facebook menyatakan bahwa bug ini bisa membuat para hacker untuk mencuri token akses Facebook, yang bisa digunakan untuk mengakses akun Facebook tanpa diketahui pemiliknya.
Sekadar informasi, token akses Facebook merupakan kunci digital untuk membuka Facebook tanpa login.
Dalam keterangannya, Facebook mengatakan peretas bisa menggunakan 400.000 akun untuk mendapatkan akses token 30 juta pengguna Facebook.