Find Us On Social Media :

Ini Ancaman Pemerintah Jika First Media dan Bolt Tetap "Ngemplang" BHP

By Adam Rizal, Selasa, 13 November 2018 | 15:30 WIB

Ilustrasi First Media dan Bolt

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus menagih First Media dan Bolt untuk membayar tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio.

Berdasarkan laporan Evaluasi Kinerja Penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) 2,3 GHz, First Media dan Internux (Bolt) punya tunggakan pokok plus denda sampai Rp 708 miliar.

First Media dan Bolt belum membayar BHP frekuensi radio tahun 2016 dan 2017 yang akan jatuh tempo pada 17 November 2018. Jika tetap belum bayaran, maka pemerintah akan mencabut izin First Media dan Bolt.

Dalam siaran persnya, bila terjadi pencabutan Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) ataupun tindakan lain yang diambil pemerintah kepada penyelenggara tersebut, yang berdampak terhentinya layanan kepada pelanggan, Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Ditjen PPI) segera mengambil langkah-langkah berikut:

1. Meminta klarifikasi tertulis kepada penyelenggara bersangkutan perihal rencana kelangsungan usaha Jasa Akses Internet mereka. Perlu diketahui bersama, bahwa pita 2,3 GHz hanyalah salah satu media akses yang digunakan oleh penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched dalam menyalurkan layanan kepada pelanggannya.

Dari sudut pandang teknologi, selain spektrum frekuensi radio, jaringan akses dapat disalurkan melalui media lain seperti fiber optik, kabel (tembaga atau coaxial), maupun melalui teknologi VSAT (Broadband Satellite Access).

2. Dari hasil klarifikasi sebagaimana butir 1 di atas, dalam hal Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched memiliki media akses lain yang tidak terbatas hanya pada pita 2,3 GHz, maka Ditjen PPI akan melakukan penyesuaian terhadap izin penyelenggaraan yang bersangkutan.

Sebaliknya, jika penyelenggara bersangkutan tidak memiliki media akses lain sehingga tidak dapat beroperasi, maka sesuai ketentuan yang berlaku, Ditjen PPI akan melakukan pencabutan izin setelah diberikannya peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut yang masing-masing peringatan tertulis berlangsung selama 7 (tujuh) hari kerja.

3. Bagi penyelenggara yang izin penyelenggaraannya akhirnya dicabut, penyelenggara bersangkutan wajib menyalurkan kepentingan pelanggan ke penyelenggara lainnya sesuai dengan area layanannya sepanjang layanan tersedia dan memungkinkan.

4. Dari sejak terhentinya layanan kepada pelanggan, Ditjen PPI bersama-sama dengan unsur Pemerintah lainnya (Badan Perlindungan Kosumen Nasional) serta lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat akan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak pelanggan dalam hal pelayanan yang telah disepakati.

5. Ditjen PPI terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggara lainnya yang memiliki pita frekuensi 2,3 GHz dan tidak terdampak dari kebijakan Pemerintah ini, agar senantiasa memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan hasil evaluasi, sampai dengan tahun penyelenggaraan 2017, seluruh penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched yang memiliki media akses pita frekuensi 2,3 GHz telah memenuhi kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kewajiban Kontribusi Pelayanan Universal (KKPU) tahun 2017, serta capaian kewajiban pembangunan yang bervariasi antar penyelenggara.