Skandal Facebook terus menjadi momok beberapa negara untuk melindungi privasi dan data warganya.
Baru-baru ini Laporan investigasi Komite Digital, Culture, Media and Sport (DCMS) mengecam Facebook telah melanggar hukum privasi dan kompetisi dengan sengaja.
Laporan DCMS juga menyemprot Facebook beserta eksekutifnya seperti "mafia digital" karena tidak tersentuh oleh hukum.
Perusahaan-perusahaan seperti Facebook tak boleh dibiarkan bertindak seperti "mafia digital" di dunia maya yang kebal hukum," sebut laporan itu seperti dilansir Sky.com.
Investigasi DCMS dipicu kebocoran data pengguna Facebook dalam skandal Cambridge Analytica. Tak hanya melanggar hukum privasi dan kompetisi, Facebook juga tidak mampu menghentikan penyebaran disinformasi dan berita palsu di platform-nya.
Padahal, Facebook harus tunduk pada kode etik yang mengatasi penyebaran berita palsu, penyalahgunaan data pengguna, dan intimidasi terhadap perusahaan kecil.
"Hak-hak warga negara harus ditetapkan dalam undang-undang, dengan mengharuskan perusahaan teknologi untuk mematuhi kode etik yang ditulis dalam undang-undang oleh parlemen, dan diawasi oleh regulator independen," kata ketua komite DCMS Damian Collins seperti dikutip Reuters.
Laporan investigasi itu juga membantah pernyataan Pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg bahwa Facebook tidak pernah menjual data penggunanya.
Bahkan, Zuckerberg telah lancang dan menolak panggilan parlemen UK sebanyak tiga kali dan menjawab pertanyaan regulator.
"Mark Zuckerberg terus-menerus gagal menunjukkan tingkat kepemimpinan dan tanggung jawab pribadi yang harus diharapkan dari seseorang yang duduk di puncak salah satu perusahaan terbesar di dunia," ucap Collins, anggota parlemen dari Partai Konservatif.
Eksploitasi Anak
Facebook dituding mengeksploitasi anak-anak untuk mengumpulkan lebih banyak uang dari game online.
Menurut laporan Reveal, Facebook sengaja menargetkan pengguna anak-anak untuk mendapatkan lebih banyak uang dari game mobile seperti Angry Birds, PetVille, dan Ninja Saga.
Reveal sendiri merupakan sebuah website yang dijalankan oleh lembaga bernama Center for Investigative Reporting (CIR).
Reveal mengungkapkan laporan itu berdasarkan sejumlah dokumen dari gugatan class action yang dilayangkan tahun 2012 lalu.
Hakim federal memerintahkan dokumen-dokumen dari 2010 hingga 2014 tersebut untuk dipublikasikan.
Dokumen itu berisi lebih dari 135 dokumen, termasuk di dalamnya memo internal, strategi rahasia perusahaan, hingga email karyawan.
Menurut salah satu dokumen, Facebook ternyata menerapkan praktik "penipuan ramah" yaitu membiarkan anak-anak tanpa sadar menghabiskan uang untuk permainan yang mereka mainkan.
"Facebook menipu pengguna di bawah umur yang tidak sadar saat kartu kredit milik orangtuanya ditautkan dengan akun Facebook," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNET.
Parahnya, menurut laporan Reveal, pengembang game telah membuat perbaikan untuk masalah tersebut tetapi Facebook tidak pernah menerapkannya pada sistem mereka.
Bayangkan!, salah satu remaja menghabiskan lebih dari USD6.500 dalam jangka waktu dua minggu, hanya untuk bermain game Facebook.
Facebook pun dituding enggan melakukan refund atau pengembalian biaya ketika ada kasus seperti ini.
Para karyawan menamai gamers yang menghabiskan banyak uang dengan kata "whale" atau paus.
Reveal mencatat, istilah ini juga dipakai di industri perjudian sebagai pejudi yang menghabiskan banyak uang.
Source | : | CNET,Reuters,SKY |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR