Singkat cerita, perkenalan Reifa Tangon dengan QA (Quality Assurance) dimulai ketika ia mendapat ajakan dari temannya untuk mencoba bekerja menjadi QA di salah satu perusahaan di Amerika Serikat.
Sebelum menerima ajakan tersebut, Reifa sendiri bekerja sebagai NET Developer di South Dakota Department of Labor and Regulation.
“Waktu itu, saya pikir kalo pekerjaan saya sebelumnya itu terasa seperti repetitive work. kemudian saya mikir untuk mencari pekerjaan lain yang berbeda yang sesuai dengan passion saya,” kata Reifa.
Setelah lepas dari pekerjaan sebelumnya, Reifa memulai karirnya di bidang QA dengan menjadi QA Engineer di Health Language, Denver.CO. Reifa menceritakan, bahwa profesi QA sangat menarik bagi dirinya.
“Karena selain bergelut dengan coding, saya bisa melakukan analytical juga,” ujar Reifa.
Demi mengembangkan karirnya di bidang QA, Reifa juga pernah bergabung di beberapa perusahaan lain seperti Tata Consultancy Services dan McKinsey Digital Labs dengan menjabat sebagai Senior Software QA Engineering.
Setelah hampir lebih dari 10 tahun berkarir di negeri orang, Reifa pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
“Sampai satu titik saya mikir, ternyata negara kita ini perlu orang-orang untuk balik ke negaranya dan ikut berkontribusi untuk membangun negaranya,” terang wanita asal Manado ini.
Saat awal-awal kembali ke Indonesia, Reifa pun sempat khawatir lantaran profesi menjadi QA masih sangat jarang ditemui di perusahaan-perusahaan kala itu.
“Empat tahun lalu, ketika saya baru balik itu sebenarnya QA itu ada, tapi sangat jarang dan biasanya hanya ada itu tester. Berbeda dengan profesi programmer yang perkembangannya sangat pesat waktu itu,” papar Reifa.
Tidak berselang lama saat dirinya berada di Indonesia, Reifa pun akhirnya kembali melanjutkan karirnya dengan menjadi Lead QA Software Engineer di perusahaan Go-Jek, sebelum akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan e-commerce Bukalapak.
Di Bukalapak sendiri, Reifa kini berposisi sebagai Head of QA di mana ia bertanggung jawab untuk menentukan arah dan tujuan kedepan dari divisi yang ia pimpin tersebut.
Peran Penting QA di Perusahaan
Reifa menjelaskan, bahwa QA sendiri memiliki peranan penting terhadap pengujian suatu produk atau aplikasi.
Hal yang dilakukan yaitu memastikan bahwa sistem yang dikembangkan sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan perusahaan sehingga menghasilkan sistem yang memang sudah terjamin kualitasnya untuk digunakan secara umum.
“QA itu berbeda dengan QC (Quality Control). Kalau QC itu lebih ke pengendalian kualitas dari sebuah produk atau aplikasi,” jelas Reifa.
Tidak sampai disitu, Reifa juga menjelaskan jika seorang QA juga harus bisa menghasilkan dokumen yang nantinya dapat dijadikan bukti bahwa produk atau aplikasi yang telah dibuat sudah dianggap memenuhi kebutuhan pengguna, biasanya ini disebut UAT (User Acceptance Testing).
Dari hasil UAT tersebut, maka dapat diambil kesimpulan apakah produk atau aplikasi yang telah diuji sudah layak digunakan atau tidak. Boleh dibilang, UAT adalah proses akhir dari pekerjaan QA.
Lebih lanjut, Reifa mengungkapkan bahwa pada dasarnya QA di Bukalapak terbagi menjadi dua bagian yaitu SQA dan SET.
SQA (Software Quality Assurance) merupakan tim yang bertanggung jawab untuk mengetes sesuatu fitur baru dari aplikasi Bukalapak, namun dengan menggunakan cara yang manual.
“Jadi kalo misalnya dulu dibilangnya tester cuma manual test, ya mereka itulah yang disebut SQA. Selain melakukan hal terkait itu, tim ini juga menulis test cases,” kata Reifa
Sedangkan SET (Software Engineer in Testing), merupakan tim yang menggunakan model pengetesan dengan cara kebalikan dari SQA, yaitu secara otomatis.
“Biasanya, apa yang sudah di re-test dari SQA itu kan lama-kelamaan menumpuk jadi banyak. Nah, kalo kita test itu semua secara manual bisa lama selesainya dan disitulah peran SET untuk membantu mempercepat proses ini,” papar Reifa.
“Jadi, QA engineer di Bukalapak dan di banyak perusahaan IT di Indonesia itu sebenarnya adalah campuran antara SQA dan SET. Alasan di dalamnya itu dipisah seperti itu supaya tim di dalam QA bisa fokus pada pekerjaannya masing-masing dan tidak terbengkalai,” tambah Reifa.
Berbicara mengenai QA di Bukalapak, Reifa mengungkapkan ada hal menarik yang dimiliki dibandingkan dengan perusahaan IT besar lainnya.
Pasalnya, di Bukalapak sendiri jumlah tim QA mencapai 150 orang. Berbeda dengan perusahaan lainnya yang biasanya memiliki tim QA dengan kisaran 30-50 orang.
“Kenapa tim QA kami banyak? Karena kami merasa kalau quality itu sangatlah penting. Jadi, makanya di dalam QA kami pisahkan antara UAT, SQA dan SET agar kami bisa menjaga kualitas dari web dan aplikasi Bukalapak. Itulah faktor mengapa tim kami banyak,” ungkap Reifa.
Di sisi lain, Reifa menjelaskan bahwa masih banyak yang menganggap bahwa QA merupakan second class citizen dibanyak perusahaan.
“Sebenarnya dari anggapan itu menjadi tantangan yang paling besar untuk mengangkat QA di Indonesia. Kami bukanlah orang terakhir yang meng-test aplikasi, tapi kita itu salah satu komponen yang penting yang jadi bagian dari software development,” kata Reifa.
Dirikan Komunitas QA
Perlu diakui, dibandingkan dengan profesi lain di dunia IT, saat ini profesi QA masih relatif jarang ditemui di Indonesia.
Demi menumbuhkan bakat pada profesi QA tersebut, akhirnya mendorong Reifa untuk mendirikan komunitas ISQA (Indonesia Software Quality Assurance).
Sekedar informasi, ISQA sendiri merupakan komunitas QA pertama yang hadir di Indonesia.
“ISQA itu didirikan bersama dengan 2 teman saya sekitar tahun 2016 lalu. Ini merupakan komunitas yang siapapun boleh bergabung untuk mengetahui dan mempelajari apa itu QA, bahkan orang-orang yang memang ingin mendalami QA untuk bisa jadi lebih expert,” ujar Reifa.
Untuk kegiatannya, komunitas ISQA juga aktif menggelar berbagai kegiatan seperti meetup yang rutin diadakan di Jakarta setiap bulan misalnya.
Di meetup tersebut, biasanya akan membahas 3 topik tentang QA dan biasanya juga dilakukan layaknya small conference discussion.
Selain meetup yang rutin dilaksanakan di Jakarta tersebut, ISQA juga sempat menggelar beberapa kali meetup di Bandung dan Jogja.
Bahkan, Reifa juga mengungkapkan bahwa ISQA sedang berencana untuk mengadakan big conference.
“Karena yang kita lihat kalo di Indonesia itu sangat jarang sekali ada QA conference atau performance conference. Nah, itu yang mau kita coba dengan nantinya kita bawa expert di bidang QA baik dari Indonesia atau luar negeri agar bisa berbagi wawasan melalui komunitas ISQA,” cetus Reifa.
“Karena kita basisnya adalah komunitas volunteer jadi kami tidak ambil income sama sekali. Kami memang menggelar event yang benar-benar ketika orang datang itu bisa menambah wawasan mereka,” tambah Reifa.
Sampai saat ini, jumlah anggota di komunitas ISQA sendiri sudah mencapai hampir 3000 orang dan tersebar di seluruh Indonesia.
Reifa pun tak menyangka, bahwa komunitas yang didirikannya 2 tahun lalu kini telah berkembang menjadi komunitas IT yang cukup besar.
“Dengan perkembangan ISQA sampai saat ini, tentu harapan kami kedepannya bisa semakin banyak bakat-bakat QA yang hadir di Indonesia,” tutup Reifa.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR