Perusahaan dompet digital Dana mengatakan status unicorn atau perusahaan startup dengan nilai valuasi USD1 juta bukanlah fokus utama perusahaan.
CEO dan co-founder Dana Vincent Iswara mengatakan misi utama perusahaan adalah untuk mengubah masyarakat untuk membuka diri terhadap ekonomi digital.
"Ambisi kita lebih ke arah meningkatkan masyarakat Indonesia. Jadi berubah ke ekonomi digital, itu ambisi kita," kata Vincent di kantor Dana, Jakarta.
Vincent mengatakan Dana berorientasi pada manfaat yang diberikan pembayaran digital kepada masyarakat, bukan status Unicorn semata.
Vincet kemudian membeberkan manfaat pembayaran digital. Di antaranya adalah menekan peredaran uang palsu, memudahkan pemantauan arus kas, hingga kemudahan saat melakukan pembayaran.
"Jadi nanti setiap koin tercatat. Tak ada lagi uang palsu. Itu manfaat pembayaran digital," ujarnya.
Dana yang resmi diluncurkan pada 5 Desember 2018, saat ini telah memiliki 20 juta pengguna. Menurut Vincent, sektor perdagangan elektronik atau e-commerce adalah salah satu motor utama penggerak ekonomi digital Indonesia saat ini.
Sektor ini digadang-gadang mampu menjadi pilar utama menguatnya perekonomian nasional dengan prakiraan nilai transaksi sebesar USD4,45 Triliun pada 2021.
"Alat pembayaran untuk mendukung transaksi di platform-platform e-commerce mayoritas masih berbasis layanan perbankan," kata Vincent.
Sebelumnya, Data CBInsight mencatat kompetitor Dana, Ovo telah mencapai perkiraan valuasi sebesar USD2,9 miliar atau setara dengan Rp41 triliun untuk menyandang status unicorn.
Dorong IPO
Pemerintah mendorong perusahaan rintisan asal Indonesia yang berstatus unicorn maupun decacorn (valuasi di atas Rp 140 triliun atau USD 10 miliar) mencatatkan saham perdana baik di bursa saham domestik maupun di luar negeri atau dual listing.
Skema ini dilakukan agar dapat menjangkau porsi serapan investor ritel domestik.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan, pada umumnya perusahaan dengan status decacorn seperti Go-Jek, akan sulit bila melangsungkan IPO hanya di dalam negeri saja. Ini karena emisi yang ditawarkan terlalu jumbo dan bisa susah diserap investor.
"Kalau sudah decacorn susah IPO di dalam negeri. Susahnya kenapa? Dia kalau misalkan [valuasinya] USD 10 miliar saja, kan Rp 140 triliun, kalau dia lepas 20 persen, [setara] USD 2 miliar, Rp 28 triliun. Siapa yang mau memakan Rp 28 triliun di dalam negeri," kata Chief RA, sapaan akrab Rudiantara, di acara Kick Off Piala Presiden E-Sports 2020 di Tennis Indoor Senayan, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/10/2019).
"Jadi nanti kalau ada yang listing di luar negeri, di Hong Kong, Amerika Serikat, jangan dibilang tidak nasionalis. Karena di sini memang pasarnya gak ada yang makan. Kita dorong mereka dual listing di Indonesia. Tujuannya agar yang ritel masyarakat Indonesia juga bisa beli," lanjutnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR