Manashi memaparkan tiga alasan L’Oreal mengaplikasikan SLT. “Kami percaya pada consumer-centricity sehingga kami ingin mencari tahu arah percakapan konsumen yang dapat memberikan insight penting pada kami sebagai brand kecantikan terdepan di Indonesia, sehingga kami terus beroperasi dan berkomunikasi sesuai tren dan menjadi yang terdepan dalam inovasi,” ia memaparkan. L’Oreal juga ingin memperoleh feedback langsung dan mengukur sentimen tentang produk dan layanannya.
Di antara fitur-fitur Social Listening Tools yang dimanfaatkan L’Oreal adalah Trendspotting untuk memahami perilaku konsumen dan memprediksi tren yang akan datang; Category Specific untuk memahami kebutuhan kategori dan membandingkan brand-brand L’Oreal dan posisinya di pasar; dan sentiment analysis untuk mengukur sambutan pasar terhadap aktivitas brand.
Kehadiran Social Listening Tools tentu jauh lebih memudahkan dan efisien bagi perusahaan. Sebelumnya, untuk memperoleh insight dan feedback dari konsumen, mereka harus melakukan riset lapangan, wawancara, dan bergantung pada laporan-laporan tentang tren.
Namun tetap saja ada tantangannya. “Beauty dan tren terus berubah dengan cepat. Dan kami harus terus mengikutinya. Di saat yang sama, kami harus memastikan kredibilitas dan translasi data yang tepat,” ujar Manashi.
Sebagai perusahaan berskala global, memiliki data konsumen dari seluruh penjuru dunia dan mampu menerjemahkannya menjadi insight yang tepat tentu merupakan satu keunggulan bisnis bagi L’Oreal.
“Mendengarkan konsumen dan memahami kebutuhan mereka, terbuka dan memahami perbedaan adalah prioritas kami demi merespons keberagaman aspirasi kecantikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,” pungkas Manashi.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR