Menyajikan pengalaman terbaik bagi pelanggan adalah mantra bisnis masa kini. Bagaimana teknologi memungkinkannya di bisnis sinema?
Disrupsi digital sedang terjadi di mana-mana, tak terkecuali di industri media dan hiburan. Chief Technology Officer, PT Nusantara Sejahtera Raya (Cinema XXI), Andrew Pangestu melihat adanya disrupsi yang luar biasa di sektor ini, antara lain, karena teknologi video streaming dan video on demand yang diinisiasi oleh YouTube.
Sampai beberapa tahun lalu, kita masih yakin bahwa menonton film harus di layar televisi atau di bioskop. “Tapi sekarang, kita lihat, nonton film itu ternyata nggak harus ke bioskop. Nonton film bisa di melalui handphone, sambil nunggu taksi atau saat sedang antre berobat di dokter,” ujar Andrew.
Menurutnya, tren ini sudah melanda dunia, bukan hanya di Indonesia. Oleh karena itu, langkah yang diambil Cinema XXI pun tidak akan jauh berbeda dengan strategi yang diterapkan para pebisnis cinema chain di manca negara.
“Kami menyajikan sebuah experience kepada pelanggan,” Andrew mengungkapkan strategi yang ditempuh Cinema XXI. Ia mencontohkan ketika satu keluarga pergi ke bioskop, tentu mereka bukan sekadar ingin menonton film terbaru. Mereka berharap ada pengalaman kebersamaan yang mengesankan yang ingin mereka dapatkan.
Andrew Pangestu juga yakin kebutuhan menonton di bioskop akan selalu ada. “Karena kebutuhan manusia itu berkembang,” ujarnya. Ia menganalogikannya dengan kebutuhan dasar manusia, misalnya makanan. Ada banyak pilihan untuk membeli makanan, di antaranya pesan online atau tetap datang ke restoran.
“Kebutuhan dasarnya sama, makanan, tapi ada kebutuhan turunannya, di mana kita mau bukan hanya makan tapi ada experience-nya, misalnya makan sambil kumpul dengan teman-teman,” kata Andrew. Pengalaman yang tidak bisa diperoleh ketika menonton di rumah atau di tempat lain inilah yang harus dihadirkan secara menyeluruh dan dijaga para pengelola cinema chain.
Bagaimana Andrew Pangestu dan timnya di Divisi Teknologi menghadirkan pengalaman mengesankan di hati pelanggan?
Tantangan Jaringan
Seperti pada bisnis masa kini, service level TI yang tinggi menjadi kata kunci. “Walaupun bukan perbankan, tapi SLA kami cukup tinggi, di atas 99%. Pelanggan datang ingin menikmati sebuah pengalaman, dan kalau sampai sistem tidak jalan dan nonton batal, pelanggan tentu akan kecewa dan berdampak pada image kami,” jelas Andrew.
Untuk memastikan TI dapat selalu mendukung bisnis, Cinema XXI telah memanfaatkan komputasi awan untuk sistem-sistem yang terkait langsung dengan bisnis, seperti sistem ticketing yang disebut Box Office dan sistem F&B untuk pelayananan selain pembelian tiket.
Cloud dipilih untuk mengantisipasi traffic pembelian tiket yang bisa fluktuatif di waktu-waktu tertentu saja, misalnya saat liburan atau ketika ada film-film yang menarik minat banyak penonton. “Kapasitas (komputasi) itu bisa lima enam kali lipat daripada saat transaksi normal,” cerita Andrew menggambarkan fluktuasi traffic yang kerap terjadi. Teknologi cloud memungkinkan peningkatan dan penurunan kapasitas komputasi sesuai kebutuhan dan efisien dari sisi biaya.
Selain sumber daya komputasi, Andrew Pangestu dan timnya tentunya juga harus memastikan ketersediaan konektivitas jaringan. “Sinema kan umumnya ada di area mal, padahal secara jaringan, mal tidak dirancang untuk memberikan reliability setinggi (reliabilitas jaringan di) gedung-gedung perkantoran,” jelas pria yang sebelumnya berkecimpung di bidang teknologi informasi untuk perbankan ini.
Menyiasati kondisi ini, Cinema XXI menerapkan model hybrid di mana sistem bisa bekerja secara tersentralisasi dan desentralisasi. Tiap bioskop juga dilengkapi dengan server cadangan.
Saat ada masalah sehingga jaringan putus, sistem tiket online dihentikan untuk menghindari double ticket. “Jangan sampai seat yang sama dibeli oleh orang yang berbeda, jangan sampai pelanggan mau senang-senang malah jadi berantem,” jelas Andrew. Ketika terhubung kembali ke jaringan, sistem lokal segera melakukan sinkronisasi ke sistem di pusat.
Kecepatan memenuhi kebutuhan bisnis pun menjadi jalan bagi Divisi Teknologi untuk menyajikan pengalaman berkesan bagi pelanggan. Hal itu ditempuh Cinema XXI dengan mengadopsi pendekatan Devops dan Agile.
“Sebagai IT, saya harus make sure bahwa apapun yang direncanakan tim Business Development dan Operations harus kami support,” tegas Andrew.
Di luar TI, tentunya ada teknologi-teknologi lain untuk mewujudkan pengalaman menonton bioskop paripurna, di antaranya teknologi IMAX with Laser dengan proyektor laser 4K dan pembaruan instalasi suara (IMAX’s 12 channel sound).
Membidik Kolaborasi
Baru tiga tahun lalu bergabung di Cinema XXI, Andrew Pangestu mengaku ini sebuah perubahan besar dalam perjalanan kariernya. Ia sebut perubahan besar karena Andrew memilih beralih ke bisnis sinema setelah hampir dua dekade berkecimpung di bidang teknologi informasi perbankan.
Dengan masuk ke industri sinema, Andrew berharap dapat ikut ambil bagian dalam upaya menghibur dan menyenangkan orang. “Salah satu harapan saya adalah masuk ke satu industri yang bisa memberikan satu value added ke masyarakat dalam bentuk hiburan, sesuatu yang positiflah buat masyarakat,” Andrew mengungkapkan alasannya.
Alasan lain, dari perspektif digitalisasi, ia melihat industri sinema bak sebuah kertas kosong. “Ibaratnya di industri lain sudah banyak pagar-pagarnya, tapi di sini saya bisa benar-benar mendefinisikan digital di industri sinema seperti apa,” ujar pehobi olah raga basket itu. Potensi perkembangan dan peluang digitalisasinya, menurut Andrew, akan besar sekali.
Peluang monetisasinya pun masih terbuka lebar, terutama melalui kolaborasi dengan para mitra bisnis Cinema XXI. Salah satu “kendaraan” kolaborasi yang berpotensi, menurut Andrew, adalah aplikasi mobile ticketing M-Tix. Fitur e-voucher M-Tix yang baru diluncurkan dapat menjadi sebuah konten menarik bagi mitra bisnis Cinema XXI, misalnya sebagai reward untuk para klien mitra bisnis tersebut.
Dan untuk menunjang kolaborasi di masa depan, Andrew Pangestu dan timnya sudah membidik target selanjutnya, yaitu implementasi API management.
“Kami fokus dulu untuk memperkuat infrastrukur dan aplikasi, ini sudah tahun kedua. Di tahun ketiga kami berharap sudah masuk tahap finalisasi untuk infrastruktur. Setelah itu, kami akan lari lebih kencang lagi,” pungkasnya.
(Liana Threestayanti)
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR