Pandemi Covid-19 yang mulai terjadi pada tiga bulan lalu, rupanya berimbas terhadap perekonomian. Aktivitas sosial yang berubah, hingga turunnya daya beli masyarakat berdampak pada kegiatan bisnis skala besar.
Pandemi ini secara tidak langsung mengharuskan banyak orang untuk mulai melek teknologi. Sebab, transaksi dan komunikasi digital dianggap mampu mengakomodasi kebutuhan bisnis sekaligus mempermudah masyarakat untuk terkoneksi satu sama lain, meski terbatas ruang dan jarak.
Namun, banyak perusahaan yang merasa kesulitan ketika harus menyesuaikan diri dengan konsep bisnis baru. Kesulitan banyak dialami oleh perusahaan yang belum melakukan digitalisasi dan masih bergantung pada konsep bisnis konvensional.
Meski begitu, bukan berarti tak ada harapan bagi para pebisnis konvensional. Justru, fase kenormalan baru ini dapat dimaksimalkan untuk menggapai kembali potensi bisnis dan membuat perencanaan baru yang berbasis digitalisasi, salah satunya lewat peran TI.
Baca Juga: Spotify Tawarkan Paket Premium Duo untuk Pasangan, Harganya?
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Iwan Djuniardi.
Menurut Iwan pandemi ini secara tidak langsung mengakibatkan para pemegang keputusan, terutama bidang pemerintahan untuk segera ‘berlari’ dan menerapkan rencana bisnis yang seharusnya diadopsi pada dua atau tiga tahun kedepan.
“Sebetulnya pandemi ini hanya mempercepat strategi yang sudah kami persiapkan sebelumnya, terutama dalam mempersiapkan ekosistem yang memberi user experience pada masyarakat,” ujar Iwan dalam webinar Infokomputer bertajuk ‘CIO FORUM: The New Normal For CIOs’ Kamis (25/06/2020).
Pada webinar ini, Iwan beserta pembicara lainnya juga memberikan pandangan, tantangan, serta peluang dalam mengoptimalisasi TI agar bisnis tak lagi merugi.
Baca Juga: Apakah TikTok Kirimkan Data Pengguna ke Pemerintah China?
Pahami pandemi sebagai potensi
Pandemi memang memberi culture shock pada semua orang, tetapi hal ini merupakan tantangan yang tepat untuk menggali potensi bisnis kedepan.
Mengingat seluruh kegiatan perlahan terjadi tanpa tatap muka, maka sudah sepatutnya bagi para pebisnis untuk menggali potensi bisnis di ranah TI yang sesuai kepada para konsumennya.
“Salah satu challenge bagi DJP yaitu bagaimana penerimaan pajak tetap berjalan meski tanpa tatap muka, tetapi sistem (penerimaan) itu bisa handal dan secure,” lanjut Iwan.
Senada dengan Iwan, Chief Technology Officer DANA Norman Sasono selaku pembicara, turut mengungkapkan tantangan bagi para pelaku bisnis digital.
Baca Juga: Jangan Tertipu Kemudahan, Ini Daftar 105 Fintech Ilegal Terbaru
“Selain tantangan untuk DANA, partner kami yang bergerak secara konvensional juga menghadapi penurunan pendapatan akibat tidak adanya transaksi offline. Akibatnya, transaksi QR kami juga drop,” ujar Norman.
Meski begitu, baik Norman dan Iwan sendiri merasakan adanya hal baik dalam pandemi ini, salah satunya melalui aktivitas masyarakat yang cukup aktif di jaringan internet. Hal inilah yang mendorong keduanya untuk memaksimalkan kegiatan TI.
“Di sisi lain, ada shift behaviour yang terjadi pada konsumen. Di mana mereka lebih banyak menggunakan transaksi ke online dari offline,” lanjut Norman.
Situasi dan tantangan inilah yang pada akhirnya harus dipahami oleh seluruh pemegang kepentingan. Masih ada banyak potensi yang sebetulnya terlihat jelas pada pasar dan perlu diperhatikan lebih jauh.
Baca Juga: Langgar Privasi Data Pengguna, OVO Pecat Karyawan
Tentukan strategi bisnis dan maksimalkan potensi
Setelah menemukan potensi, kata Iwan, langkah selanjutnya adalah menentukan strategi bisnis yang tepat sekaligus memaksimalkan potensi TI yang ada di dalam perusahaan.
Mengingat, adopsi internet di masyarakat awam masih cukup rendah, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan.
“DJP sendiri melakukan strategi bisnis dengan memberikan user experience yang enak, sehingga para wajib pajak tidak merasa diawasi (selama berada di portal DJP),” kata Iwan.
Iwan pun mengingatkan akan pentingnya integrasi antar divisi dan TI sendiri untuk mempermudah pelayanan kepada para konsumen di dalamnya.
Baca Juga: Facebook dan Instagram Bakal Kirimkan Notifikasi untuk Pakai Masker
Norman menambahkan, bahwa kolaborasi seperti platform, software, model bisnis, dan strategi pemasaran merupakan konsep penting yang perlu dimaksimalkan untuk mendukung integrasi TI itu sendiri.
Namun, jangan lupa bahwa konsep bisnis awal terkadang tak selalu berakhir seperti yang diinginkan. Sehingga keseluruhannya harus fleksibel mengikuti situasi di lapangan.
“Kadang apa yang kamu inginkan di awal, akan berakhir berbeda ketika diletakkan pada market,” kata Norman.
Lakukan inovasi dan tentukan prioritas anggaran
Pada akhirnya, Iwan mengatakan, seluruh proses bisnis yang terjadi memerlukan sebuah inovasi baru agar dapat bertahan sekaligus menghentikan kerugian di tengah pandemi. Sehingga, penting bagi pebisnis untuk melakukan inovasi serta menentukan prioritas anggaran yang perlu dimaksimalkan.
Baca Juga: Review Acer Swift 5: Laptop Tipis dan Ringan Berprosesor Intel Terkini
Hal ini tak lain agar tak ada alokasi dana yang terbuang sekaligus tak tepat sasaran. Disamping itu, dengan menentukan keduanya, perusahaan juga dapat mempertimbangkan alokasi waktu sekaligus menyelaraskan strategi bisnis yang ingin dijalankan.
“Kami menyiapkan inovasi dimana ekosistem kami bisa diakses di mana saja. Kami juga melakukan digital identity dan Dev-Ops untuk menjamin keamanan dan pengembangan. Sedangkan terkait anggaran, kami berusaha meng-hold dulu untuk beberapa kasus,” ujar Iwan.
Senada dengan Iwan, Small and Medium Corporate Lead Microsoft Indonesia Vony Tjiu yang turut hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa dalam penggunaan anggaran, perusahaan jangan sampai melupakan prioritas anggaran untuk pengelolaan TI.
Terutama yang menyangkut dengan software pendukung kolaborasi antar tim. Sebab, saat ini TI memegang peran yang krusial di tengah digitalisasi. Tanpa adanya infrastruktur kolaborasi yang baik, maka miskomunikasi akan sering terjadi.
Baca Juga: Gagal Bersaing dengan TikTok, Facebook Tutup Aplikasi Lasso
Infrastruktur kolaborasi pun dapat membantu para anggota tim untuk saling mendukung sekaligus memantau pekerjaan masing-masing anggota di dalamnya. Di mana tantangan ini telah dipaparkan oleh Iwan sebelumnya.
“Untuk beberapa perusahaan yang masih melakukan proses bisnis tradisional, diperlukan software dan sistem yang saling terintegrasi end-to-end untuk mempermudah kinerja bisnis di dalamnya,”ujar Vony.
Menyadari hal tersebut, Vony juga menceritakan jika Microsoft melakukan inovasi untuk menyediakan ekosistem yang terintegrasi bagi para pelaku bisnis lewat layanan Microsoft Teams, Microsoft 365, Microsoft Dynamics 365, hingga Microsoft Azure DevOps yang informasi selengkapnya dapat diakses melalui website Remote Work Hub.
“Harapannya, dengan solusi dari kami, semua developer dapat bekerja sama, terkoneksi bersama, meski berada dari rumah. Sekaligus mewadahi mereka untuk menyimpan source code dengan secure melalui layanan Microsoft Azure,” tutup Vony.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR