Tak dimungkiri, berada di masa pandemi bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi petani. Namun, dengan pemanfaatan teknologi, tentu kondisi ini bisa disiasati. Bahkan bisa menjadi salah satu solusi untuk petani bertahan di masa pandemi.
Ekosistem pertanian yang berkelanjutan dari hulu ke hilir pun sangat bergantung pada teknologi, sehingga para petani harus menguasainya.
Di masa pandemi ini, Crowde, startup teknologi finansial di bidang pertanian, berusaha menyesuaikan diri. Salah satunya dengan menjamin harga jual yang wajar untuk setiap hasil produksi petani, juga secara opsional membeli hasil panen mereka apabila hasil panen tersebut tidak terserap maksimal oleh 9 institusional off-taker yang telah bekerja sama dengan Crowde.
Crowde pun menargetkan 100 ribu petani dapat terdigitalilasi dalam menjalankan usaha pertaniannya. Dengan demikian usaha mereka dapat berkembang dan otomatis meningkatkan kesejahteraan hidup petani.
Tercatat pada bulan Oktober - November 2020, Crowde berhasil menyalurkan total permodalan sebesar Rp22 miliar. Hingga kini, setidaknya ada 28 ribu mitra petani yang telah bergabung dan 3.215 mitra toko tani yang menyalurkan permodalan sistem cashless, dengan menyediakan semua kebutuhan mitra petani untuk menjalankan proyek budidaya.
Di 2020 ini, Crowde juga mengubah rasio kontribusi pemodal menjadi 8 : 92 (retail : institusi) yang mana berdampak pada kinerja petani. Sebanyak 85% mitra petani mengaku proses penyaluran modal jadi lebih cepat, terkontrol, dan budidaya mereka jadi lebih terjadwal.
"Di tengah pandemi, kami pun telah memperluas jangkauan proyek permodalan budidaya ke 10 wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Subang, Indramayu, Bogor, Garut, Madiun, Tulungagung, Kediri, dan Tuban dengan total 1.802 proyek", ungkap Afifa Urfani (Head of Funding & Impact Crowde) melalui keterangan tertulis kepada InfoKomputer.
Selain itu, Crowde juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bimtek (Bimbingan Teknis) yang diselenggarakan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Bogor pada akhir 2020 lalu.
Kegiatan tersebut bertujuan menarik minat generasi muda agar mau menjadi petani milenial. Crowde melakukan jajak pendapat untuk mencari indikator permasalahan yang mungkin dialami para petani milenial.
Rizky Andika Septiyanzar (Lead of Enterprise Crowde) pun meyakini, permasalahan yang dihadapi petani milenial pasti memiliki solusi dan jawaban. Salah satunya melalui program GARAP (Gerakan Rakyat Petani) yang merupakan produk project financing yang berfokus pada komoditas padi, jagung, dan cabai dengan melibatkan Farmers Consultant dan Field Agent sebagai pendamping lapangan yang akan selalu dekat dengan petani Indonesia.
Rizky juga menambahkan, petani milenial diharap mampu melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) agar dapat merancang pertanian yang dicita-citakannya, serta mengetahui langkah apa saja yang perlu diambil untuk mewujudkannya.
Penulis | : | Indah PM |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR