Implementasi edge computing saat ini bukan hanya sekadar tren, namun merupakan sebuah solusi pemrosesan data yang terbukti membantu perusahaan/organisasi mengatasi masalah latensi, tuntutan operasional, dan keamanan, terutama di lingkungan yang semakin digital seperti saat ini.
Gartner memperkirakan bahwa 75% data perusahaan diharapkan dibuat dan diproses di edge computing pada tahun 2025.
Sedangkan Analysys Mason, dalam laporannya di tahun 2019 menunjukkan bahwa perusahaan akan mengalokasikan rata-rata 30% dari anggaran TI mereka untuk edge computing selama tiga tahun ke depan.
Dengan semakin agresifnya perusahaan dalam mempercepat transformasi digitalnya lebih dari sebelumnya, edge computing dapat memaksimalkan pengelolaan data lokal yang dihasilkan dari berbagai perangkat digital dan terhubung.
Seperti diketahui, data kini merupakan faktor penting kesuksesan sebuah bisnis. Perusahaan sangat bergantung pada data untuk membuat keputusan yang lebih baik, merumuskan keunggulan kompetitif yang dimiliki, dan mendorong pendapatan.
Dalam konfensi pers virtual yang digelar Kamis (28/1/2021), Lie Heng, Wakil Bidang Kerjasama Industri, Asosiasi Cloud Computing Indonesia, mengatakan “Perkembangan teknologi cloud computing akan semakin dipercepat dengan adanya tren edge computing dan penerapan Making Indonesia 4.0, di mana pertumbuhan dari data dan informasi yang perlu dianalisa akan membutuhkan teknologi komputasi yang memilki skalabilitas dan fleksibilitas dari sisi daya listrik dan kecepatan yang sangat mumpuni, sehingga cloud computing menjadi teknologi pilihan."
Baca Juga: Oracle: Kolaborasi Jadi Kunci Bisnis untuk Pulih Akibat Pandemi
Seiring dengan perkembangan teknologi edge dan cloud computing, Lie mengungkapkan bahwa dalam hal tersebut tentunya dibutuhkan infrastruktur pendukung agar mampu memberikan layanan yang optimal, baik di SaaS (Software as a Service), PaaS (Platform as a Service), maupun di IaaS (Infrastructure as a Service), sehingga infrastruktur data center menjadi hal yang penting dan utama untuk diperhatikan.
“Selain itu, hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan terhadap teknologi data center adalah diharapkan memiliki pengaturan sistem yang efisien dan efektif, sehingga teknologi tersebut memiliki kemampuan Prediktif, Pengawasan Jarak Jauh, dan Contingency Fail Over,” jelasnya.
Di era edge computing, data center memiliki peranan sangat penting dalam lingkungan kegiatan operasional yang berbasis perangkat IoT (Internet of Things) di mana tuntutan akan koneksi jarak jauh yang lebih cepat antara data center atau cloud dengan perangkat kerja jarak jauh dan kolaborasi lintas batas semakin tinggi. Hal ini berarti bisnis akan semakin bergantung pada data center.
Yana Achmad Haikal, Business Vice President Secure Power Division Schneider Electric Indonesia, menyatakan, “Membangun data center yang berkelanjutan dan andal sangatlah penting dalam mengakomodasi permintaan yang terus bertumbuh.”
Berdasarkan data internal dari Schneider Electric, konsumsi energi data center diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2040 di mana peningkatan sebagian besar terjadi karena meningkatnya pemanfaatan edge data center.
Diperkirakan juga, terdapat sekitar 7,5 juta micro data center baru yang dibangun hingga tahun 2025 dengan konsumsi energi global mencapai 120 GW hanya untuk fasilitas edge saja dan mencetak jejak karbon antara 450.000 hingga 600.000 ton per tahun.
“Peningkatan konsumsi energi oleh industri data center ini tentunya tidak akan luput dari perhatian publik dan pemerintah karena keandalan dan keberlanjutan akan tetap menjadi agenda utama bagi sektor swasta dan publik,” tutur Yana.
Baca Juga: 4 Faktor Penting Mewujudkan Transformasi Digital di Era Edge Computing
InfoKomputer akan menyelenggarakan kelas online secara gratis untuk membantu meningkatkan kemampuan IT professional di Indonesia. Jika Anda tertarik, silakan daftar di sini.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR