Kini ketika mal kembali dibuka, penjualan via toko fisik perlahan mendekati normal. Meski begitu, Aryo melihat ranah digital akan menjadi bagian penting dari perjalanan TBSI ke depan.
“Kami sebenarnya telah mempersiapkan transformasi digital sejak 2,5 tahun lalu, jauh sebelum pandemi,” ungkap pria yang memiliki hobi lari ini. Namun proses transformasi digital mengalami percepatan karena pandemi telah mengubah perilaku konsumen secara signifikan.
Transformasi ini memang tidak mudah bagi TBSI yang selama 29 tahun mengandalkan penjualan melalui gerai. “Kami tahu bagaimana cara mengelola toko, mal mana yang bagus [untuk lokasi gerai], dan sebagainya,” ungkap Aryo mencontohkan pengalaman mengelola toko fisik. Namun ketika masuk ke ranah digital, skillset yang dibutuhkan menjadi berbeda.
Aryo menunjuk tahapan memilih dan membeli produk sebagai salah satu contoh. “Kalau dulu, pertimbangan memilih dan membeli produk kebanyakan terjadi di toko,” ujar pria lulusan IPB ini. Namun kini, tahapan awareness, consideration, purchase, dan repurchase bisa terjadi di mana saja. “Artinya sebuah brand seperti Body Shop harus bisa memberikan pelayanan terbaik di semua channel tersebut,” ungkap Aryo.
Karena itu ketika bicara omni channel, Aryo melihat pentingnya memahami customer journey konsumen secara keseluruhan. Saat ini manajemen TBSI sedang menganalisis berbagai kemungkinan customer journey konsumen. “Berdasarkan analisis kami, setidaknya ada 63 permutasi customer journey [dari konsumen TBSI],” ungkap Aryo. Permutasinya bisa BOPIS (Buy Online Pickup In Store), membeli secara online lalu diambil di minimarket, dan lain sebagainya.
“Saat ini, kami baru memiliki 5 dari 63 permutasi tersebut,” ungkap Aryo. Ke depan, TBSI akan menganalisis permutasi yang akan menjadi target, dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi, infrastruktur, dan investasi yang dibutuhkan.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR